Haii... Aku Pak.Cletuk !!

Hallo Masyarakat Indonesia.. Kita masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hebat. Dari negeri Indonesia yang "HEBAT" buktinya.. Kita menganut dasar PANCASILA, Negara yang DEMOKRASI, Jalur Perdagangan yang sangat BERPOTENSI, serta memiliki kekayaan alam yang membuat decak kagum masyarakat dunia lain.
"Tapi" sayangnya banyak sekali yang menggunakan Hal-hal tersebut dengan salah di tangan yang salah.

Blog Celetuk Politik Indonesia, hanya ingin mendengarkan dan berbicara dari hati, kepada masyarakat lain serta pemerintah agar kami dapat dan bisa berkomunikasi dua arah dengan baik.

Senin, 23 Februari 2015

Jokowi: Tata Krama Brasil Tak Lazim



TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan alasan penarikan Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto, adalah karena sikap Brasil yang tidak lazim dalam memprotes eksekusi warganya yang terlibat kasus narkoba di Indonesia.

"Kalau menurut saya itu tata krama hubungan yang tidak lazim seperti itu," kata Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah seusai melakukan kunjungan kerja ke Banten, Senin, 23 Februari 2015.

Jokowi menegaskan Indonesia tidak akan mengubah keputusan terkait eksekusi mati terpidana narkoba. Menurut Jokowi, protes yang dilancarkan beberapa pemimpin negara di dunia termasuk Brasil tidak akan mempengaruhi keputusan Indonesia. "Tidak, itu kedaulatan hukum dan politik kita."

Pemerintah Indonesia memprotes tindakan pemerintah Brasil yang tiba-tiba menunda penyerahan surat kepercayaan Dubes Indonesia untuk Brasi, Toto Riyanto.

Kementerian Luar Negeri RI telah memanggil Dubes Brasil untuk Indonesia pada 20 Februari untuk menyampaikan protes keras atas kejadian itu.

Indonesia juga telah memanggil pulang Dubes indonesia untuk Brasil Toto sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh pemerintahan Brasil.

Saat ini, seorang terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, juga akan dieksekusi di Nusakambangan. Seorang lainnya yaitu, Marco Archer, telah dieksekusi. Keduanya terlibat penyelundupan narkoba.
 
Narkoba memang banyak menghantui seluruh negara di dunia. Setiap negara pun punya kebijakan serta hukum sendiri - sendiri, dimana memang setiap negara punya hak dan kewajiban yang harus di berikan kepada warga negaranya. Indonesia pun juga termasuk, saat ini negara Indonesia mempunyai hukum untuk para kriminal narkoba, akan di eksekusi di Indonesia. 
 Indonesia saat ini menunjukan "taring" kepada negara lain tentang kapal yang mencuri ikan dan tentang kriminal narkoba, dimana memang harus tegas dan konsisten tanpa bisa di "tawar menawar" terhadap hukum.

Semangat Pak Jokowi...!!!! Hidup Indonesia..!!!

Selasa, 17 Februari 2015

Budi Gunawan Tebar Janji Barter agar Dilantik Jadi Kapolri




TEMPO.CO, Jakarta - Budi Gunawan dan PDI Perjuangan melobi partai penentang pemerintah agar dia disetujui menjadi Kepala Polri. Aburizal Bakrie mendapat dana ganti rugi Lapindo. Inilah investigasi Majalah Tempo yang terbit pada 26 Januari 2015 lalu.

Adalah Hatta Rajasa. Ia menduga kedatangan Pramono Anung pada akhir tahun lalu untuk membicarakan kisruh berkepanjangan dua kubu di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini bergabung bersama koalisi non-pemerintah, yang sebelumnya mencalonkan dirinya menjadi wakil presiden bersama Prabowo Subianto pada pemilihan pertengahan tahun lalu.

Pramono ditunjuk petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menjalankan lobi ke partai lain guna menyelesaikan kisruh di Senayan. Namun Hatta kaget ketika Pramono muncul di rumahnya di kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, bersama orang lain yang merupakan jenderal polisi aktif. “Masih ingat dengan Pak Budi Gunawan?” kata Hatta menirukan Pramono saat menceritakan ulang pertemuan itu pada Kamis, 23 Januari 2015.

Hatta tak asing dengan pria 55 tahun berkumis baplang itu. Ketika ia menjabat Menteri Riset dan Teknologi pada 2001-2004, Komisaris Jenderal Budi Gunawan merupakan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, meski sudah lama kenal, ia mengaku tak pernah berinteraksi dengan Budi. “Wong, dia ajudan presiden,” ujarnya.

Obrolan dengan Pramono dimulai dengan kisruh perebutan ketua komisi di DPR antara partai yang sekubu dengan PAN dan kubu pemerintah pimpinan PDI Perjuangan. Pramono mengajak partai Hatta mendukung pemerintah. Menurut Hatta, Budi lebih banyak diam.

Pertemuan dengan Hatta Rajasa dan elite partai lain merupakan cara PDI Perjuangan memuluskan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Presiden Joko Widodo kemudian mengajukannya ke DPR, 15 Januari lalu, sebagai calon tunggal pengganti Jenderal Sutarman, yang sebenarnya baru pensiunan Oktober nanti. Sehari setelah pengajuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka korupsi perkara suap dan gratifikasi.

PDI Perjuangan juga mengutus Ketua Fraksi Olly Dondokambey guna melobi partai-partai anggota koalisi non-pemerintah. Gerilya dilakukan sejak Desember 2014. Pramono dan Olly wira-wiri membawa Budi Gunawan menemui para bos partai “oposisi” itu.

Akhir tahun lalu, Olly bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Menteng, Jakarta Pusat. Kepada Aburizal, Olly mengutarakan niat Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Sepekan sebelum uji kelayakan, Olly kembali bertemu dengan Aburizal untuk memastikan dukungan Golkar. “Ya, kami akan mendukung apa pun keputusan Presiden,” kata Aburizal seperti ditirukan seorang petinggi Golkar.

Dukungan Golkar menuntut syarat. Seorang politikus partai beringin yang mengetahui pertemuan itu menuturkan bahwa Aburizal meminta bantuan pemerintah menalangi pembelian lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena dampak semburan lumpur Lapindo. Grup Bakrie tak cukup punya dana segar untuk membayar tunggakan Rp 781 miliar pembelian lahan. Dana talangan inilah yang diinginkan Aburizal.

Pada 13 Januari lalu, Aburizal menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Aburizal memberi masukan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Rabu pekan lalu, Aburizal lagi-lagi bertandang ke Istana Kepresidenan. Kali ini tujuannya adalah Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan. Topik pembahasannya kembali masalah anggaran perubahan. Dia meminta anggaran perubahan tak hanya digunakan untuk infrastruktur. “Pemerataan juga penting,” ujarnya.

Pertemuan itu membuahkan hasil. Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengajukan dana talangan pembayaran lahan Lapindo senilai Rp 781,7 miliar. Skemanya adalah utang-piutang antara pemerintah dan PT Minarak dengan jaminan aset senilai Rp 3,01 triliun. “Beberapa kali kami bahas di rapat kabinet dan disetujui Presiden,” kata Bambang.

Juru bicara keluarga Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, yang menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, membantah kabar bahwa Aburizal membarter urusan Budi Gunawan agar pemerintah menalangi pembayaran ganti rugi lahan Lapindo. “Kalau keluarga Bakrie belum ada dana, itu fakta,” ujarnya.

Di luar urusan Lapindo, permintaan Aburizal adalah pemerintah membereskan dualisme kepemimpinan di partainya. Golkar pecah menyusul kisruh dukungan dalam pemilihan presiden. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengambil jalan tengah, yakni kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Musyawarah Nasional Golkar di Riau pada 2009 di bawah Ketua Umum Aburizal Bakrie.

Menurut Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo, dalam pertemuan dengan Olly, Aburizal meminta Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menyampaikan ke Presiden agar ucapan lisan Yasonna dituangkan dalam keputusan formal. “Tapi ini bukan barter dukungan untuk pencalonan Budi Gunawan,” kata Bambang.

Juru lobi PDI Perjuangan juga menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar mendukung Budi Gunawan menjadi Kepala Polri. Hanya, kata politikus Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, Prabowo tak menjawab tegas dukungan partainya kepada calon PDI Perjuangan itu. “Saya serahkan kepada fraksi,” ujarnya menirukan ucapan Prabowo.

Pramono membenarkan kabar bahwa ia mengajak Budi Gunawan menemui bos partai politik koalisi penentang pemerintah di DPR. “Semua calon Kepala Polri melakukan itu,” katanya. Namun ia membantah anggapan bahwa gerilya politik tersebut dibarter dengan sejumlah kebijakan pemerintah, seperti dana talangan Lapindo itu atau pengakuan pengurusan Golkar. “Saya jamin tidak ada.”

Budi Gunawan juga bergerak sendiri. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan dua pekan lalu, secara terpisah anggota Komisi Hukum menemui Budi di Markas Besar Polri. Desmond dan Bambang Soesatyo membantah kabar bahwa anggotanya di Komisi Hukum secara resmi menemui Budi di luar forum resmi. “Kalau kami hanya bertemu di uji kelayakan,” ujar Desmond.

Bambang Soesatyo mengenal Budi sejak 2005, ketika sama-sama mengambil pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional. Kawan satu angkatan mereka antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Ketika itu, Budi masih berpangkat brigadir jenderal. Bambang menilai Budi layak menjadi Kepala Polri karena berprestasi. “Terbukti menjadi yang terbaik saat pendidikan di Lemhannas,” katanya.

Budi sudah lama berjejaring dengan Komisi Hukum. Dia menjadi juru lobi Markas Besar Polri ke parlemen saat pembahasan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Budi berhasil meyakinkan Dewan agar pengurusan surat tanda nomor kendaraan tetap berada di Kepolisian--awalnya hendak dipindahkan ke Kementerian Perhubungan.

Seorang pemimpin Komisi Hukum bercerita, Budi juga murah hati ketika ada yang meminta bantuan. Misalnya yang berkaitan dengan mutasi jabatan di Kepolisian yang melibatkan kolega anggota Komisi Hukum. “Budi tak pernah tidak mengiyakan,” ujar politikus itu. “Mungkin memang dia dikenal baik sehingga mempengaruhi subyektivitas Komisi Hukum,” kata Razman Nasution, pengacara Budi Gunawan.

Pendekatan ala PDI Perjuangan dan Budi Gunawan terbukti moncer. Komisi Hukum, yang mayoritas diisi politikus partai penentang Presiden Jokowi, secara aklamasi menerima pencalonannya sebagai Kepala Polri. Mereka mengabaikan keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka korupsi rekening gendut. Dalam rapat paripurna, hampir semua fraksi menyetujui keputusan itu.


Pak Celetuk, merasa sangat kecewa dengan Pak Budi Gunawan dan yg terutama pada Bu Megawati. Perjanjian nya dengan Pak Budi, jelas sangat merugikan banyak pihak. Bagaimana dengan keiinginan untuk memajukan Negara Indonesia?? Padahal Pak Jokowi sudah banyak berjuang untuk menuntaskan misinya. Tetapi banyak sekali pihak pemerintahan di DPR dan DPRD yang menentang Pak Jokowi dan mengedepankan keinginan pribadi nya. 

Semangat Pak Jokowi...!!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 15 Februari 2015

Mau Digulingkan: Dewan Tentukan Nasib Ahok Hari Ini




TEMPO.CO, Jakarta -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta akan menggelar rapat pimpinan gabungan untuk menentukan nasib Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Senin, 16 Februari 2015. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan rapat itu akan memutuskan langkah yang akan Dewan tempuh menyusul dikembalikannya Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Kami akan membahas hak yang akan diajukan," kata Taufik saat dihubungi, Ahad, 15 Februari 2015. Taufik berujar Dewan akan mengajukan hak interpelasi dan hak angket. Alasanya, Dewan menganggap Ahok--sapaan Basuki--melanggar hukum. Ia menuturkan, Ahok tak mengirimkan perda hasil persetujuan Dewan dan Pemerintah DKI ke Kementerian. Menurut dia, Ahok justru menyerahkan perda lain yang tak pernah dibahas bersama Dewan.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan masalah ini kemungkinan berujung pada pemakzulan. Menurut dia, ini bukan kali pertama Ahok bertindak tanpa mempertimbangkan DPRD sebagai mitra kerja Pemerintah DKI. "Lagipula dia melanggar hukum, memang selayaknya dimakzulkan," kata dia.

Senada dengan Taufik, Ketua Fraksi Demokrat-PAN Lucky P. Sastrawiria menganggap Ahok menyepelekan DPRD DKI Jakarta. Selain itu, ia berujar ulah Ahok bisa memperlambat program pembangunan di Jakarta lantaran pencairan anggaran yang dipastikan molor. “Tingkah laku Ahok egois,” kata Lucky.

Ketua Fraksi Nasdem di DPRD, Bestari Barus, mengatakan perbuatan Ahok membuat suasana kerja sama antara kedua instansi semakin tidak nyaman. Ia menuturkan, tudingan Ahok bahwa DPRD menciptakan proyek siluman bernilai Rp 8,8 triliun justru dipicu oleh anak buah Ahok yang menyogok anggota dewan Rp 12 triliun. Duit itu ditujukan agar Dewan menyetujui rancangan perda APBD tanpa membahasnya lebih dulu. “Dia justru balik menyalahkan oang lain,” ujar Bestari.

Sementara itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah tak ambil pusing soal ancaman DPRD itu. Menurut dia, Pemerintah DKI siap menjelaskan jawaban atas pertanyaan Dewan ihwal pengajuan Perda APBD. “Kami akan jelaskan,” kata dia.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Agus Pambagyo mengatakan Kementerian Dalam Negeri harus mengambil sikap atas kisruh antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta. Menurut dia, penjelasan dari Kementerian bisa meredam ketegangan kedua instansi. Tindakan ini bertujuan mencegah berlarut-larutnya masalah. “Efeknya pasti pembangunan yang molor,” kata Agus.




Memang "Orang benar" banyak musuhnya.. memang sangat merepotkan posisi Pak Basuki ini. jelas dia ingin membuat Indonesia dan jakarta untuk jadi lebih baik. Tetapi kesulitannya adalah DPR dan DPRD yang mungkin banyak sekali menganggap Pak Basuki sebagai "penghalang" bagi calon atau memang Koruptor yang ingin melancarkan aksinya.


Masyarakat indonesia ini ingin sekali memiliki pemimpin yang bisa di banggakan, seperti Pak Jokowi, Pak Basuki, dll. Tetapi juga banyak sekali yang tidak suka, karena terkesan menghalangi niat-niat negatif nya. 


Seperti yang telah di dengar oleh Pak Celetuk, tentang Anggaran Jakarta. Menurut Pak Basuki, banyak sekali pengeluaran tak penting serta pengeluaran yang tidak disertai Detail nya. Jelas di maksudkan untuk "ajang Korupsi" bagi DPR dan DPRD nya, jelas Pak Basuki tidak setuju kan??


Semangat Pak Basuki..!! Hidup Indonesia..!!!

Rabu, 11 Februari 2015

Seleksi Calon Kapolri, Jokowi Diingatkan Kasus BG




TEMPO.CO, Padang - Lembaga Antikorupsi Integritas Sumatera Barat mendesak Presiden Joko Widodo melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia, pengganti Komisaris Jenderal Budi Gunawan jika batal dilantik.

Budi Gunawan, yang kini berstatus tersangka kasus suap dan gratifikasi, sedang mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun banyak kalangan meminta Jokowi membatalkan pencalonan dan pelantikan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

"Melibatkan KPK dan PPATK dalam seleksi agar mendapatkan calon Kapolri profesional, berintegritas, dan bersih dari kasus hukum," ujar Roni Saputra, aktivis dari Lembaga Antikorupsi Integritas, Rabu, 11 Februari 2015

Roni menuturkan Jokowi harus ingat dengan janjinya sewaktu kampanye pemilu presiden, yang diuraikan dalam Nawa Cita. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berjanji memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang profesional, bersih dari perkara hukum, serta berintegritas. "Sembilan janji dalam Nawa Cita salah satunya Kapolri bersih," ujarnya.

Roni juga mengingatkan Komisi Kepolisian Nasional menghormati prinsip program kerja Jokowi untuk mendorong pemerintahan yang baik dan bersih. Caranya, jangan lagi menyodorkan calon Kapolri yang terlilit masalah hukum seperti Budi Gunawan. "Sebagai pembantu presiden, Kompolnas harus sanggup mencari orang yang memiliki integritas. Jangan sampai kejadian Budi Gunawan terulang kembali pada pencalonan kali ini," tutur Roni.

Adapun Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Muhammad Khaidir meminta Presiden Joko Widodo menyelesaikan konflik antara KPK dan Polri. Konflik itu tampak dari kebijakan Polri yang menjadikan pimpinan KPK sebagai tersangka kasus yang terkesan dicari-cari. Akibatnya, KPK terancam lumpuh karena semua pimpinannya terancam jadi tersangka. Terakhir, jajaran KPK merasa diteror dan terancam keselamatannya.

Persoalan tersebut, menurut Khaidir, jangan dibiarkan lama tanpa kejelasan. "Perselisihan yang sedang dihadapi KPK dengan Polri itu hanya dapat diselesaikan oleh Presiden Jokowi dan bukan pihak-pihak lain," ujarnya, seperti dikutip Antara.

Menurut Khaidir, jika kemelut KPK dengan Polri tidak secepatnya dituntaskan, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Masyarakat tidak akan percaya lagi pada kedua lembaga hukum. Yang juga mengkhawatirkan, tutur Khaidir, penilaian negara-negara lain terhadap Indonesia menjadi buruk, terutama soal penegakan hukum.

Khaidir mengatakan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim diduga kuat terkait dengan penetapan status tersangka Budi Gunawan. Bambang ditangkap puluhan polisi pada Jumat, 23 Januari 2015, sekitar pukul 07.30 WIB di Depok setelah mengantar anaknya ke sekolah.

Bambang dijerat kasus menyuruh saksi memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 di Mahkamah Konstitusi. Bambang saat itu merupakan pengacara salah satu pasangan calon Bupati Kotawaringin Barat. Penangkapan Bambang oleh polisi atas pelaporan Sugianto Sabran pada 15 Januari 2015.


Pak Celetuk berpendapat, masalah kasus Pak Budi Gunawan ini memang sebuah suatu "jebakan"  dari pihak-pihak lain. Dimana juga terjadi situasi yang menjepit Pak Jokowi, hingga susah mengambil suatu keputusan.

Sulit memang kondisi Pak Jokowi ini, tetapi misalkan Pak Jokowi tegas, dan mengambil keputusan dengan tepat, mungkin masalah ini bisa cepat selesai. Kedepannya Pak Jokowi memang harus lebih berhati-hati dalam memilih, jangan terkena jebakan lagi. kadang seperti pepatah "musuh dalam selimut", itu sangat tepat dalam situasi ini.

Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia!!

Selasa, 10 Februari 2015

DKI vs Menteri Susi, Ahok: Tunggu Jokowi Beresin




TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyerahkan keputusan mengenai reklamasi pulau di pantai utara Jakarta kepada Presiden Jokowi. “Kalau gubernur berlawanan dengan menteri, nunggu Presiden beresin lah," kata Ahok di Balai Kota, Selasa, 10 Februari 2014.

Ahok heran dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mempermasalahkan reklamasi pulau di pantai utara Jakarta sekarang. Padahal, ia mengaku sudah mengonsultasikannya dengan mereka dulu."Kita sudah pernah koordinasi dengan mereka," ujarnya,

Menurut dia, koordinasi dilakukan ketika pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Reklamasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Hasil pertemuan, disepakati bahwa reklamasi pulau yang telah mendapat izin dari pemerintah DKI, dengan memakai aturan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, tetap dikerjakan.

"Waktu itu yang pulau berikutnya yang harus seperti itu (pakai aturan baru)," kata Ahok. Sebab, menurut dia, tidak mungkin membatalkan izin yang lama. "Anda tidak mungkin membatalkan orang nyambung izin kan. Kecuali Anda keluarkan izin baru Anda enggak bisa."

Selain itu, izin reklamasi yang dikeluarkan oleh pemerintah DKI bukan di zaman dia. Namun, izin dikeluarkan pada saat Gubernur Fauzi Bowo atau Foke menjabat. "Itu zaman Foke dan pakai Keppres," ucap dia. Sebab, Peraturan Daerah soal reklamasi belum keluar saat itu, hingga sekarang pun belum ada.

Ahok lebih heran kenapa pusat mempersoalkan reklamasi sekarang, sedangkan dulu Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mereklamasi tak dipersoalkan. "Pelindo II reklamasi kamu enggak ribut. Itu asing loh yang nguasainya. Mereka reklamasi seenaknya tanpa izin dan IMB dari kami," kata Ahok. Begitu juga dengan Kawasan Berikat Nusantara dan Bekasi Center yang sama telah mereklamasi pantai tapi tak dipersoalkan.

Menurut dia, jika ingin membatalkan proyek reklamasi sekarang, termasuk pulau yang sedang digarap oleh Agung Podomoro Group, harus membatalkan Keppres. Ia mengaku senang jika dibatalkan. "Saya mau lelang saja itu 17 pulau," ucap mantan Bupati Belitung Timur itu.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai proyek reklamasi yang dilakukan oleh Agung Podomoro di utara Jakarta melanggar aturan. Gubernur DKI dianggap melegalkan proyek reklamasi itu. "Izinnya diterbitkan Ahok pada 2014," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Sudirman Saad.


Nah... ini biasanya kegiatan Gubernur , Menteri, / Presiden sebelum lengser biasanya memang banyak menandatangani perjanjian kerjasama yang bersangkutan dengan perusahaan Swasta / non Swasta. Sering kali terjadi permasalahan dengan pemimpin yang baru dengan kebijakan yang baru juga. Bisa mempunyai kebijakan lebih baik maupun buruk. 

Saat ini memang Indonesia mempunyai kebijakan menuju ke lebih baik, dimana ternyata banyak proyek-proyek di Indonesia yang sudah di tandatangani oleh pemimpin sebelum nya tanpa memikirkan pemimpin yang baru yang jelas akan banyak merugikan Indonesia kedepannya. 

Pemimpin kita yang baru seperti Pak Jokowi, Pak Ahok, dan Bu Susi memiliki pola pikir yang lain, yang memang ingin membuat Indonesia menjadi lebih baik, mapan, dan maju mulai menimbang ulang kebijakan yang di terbitkan oleh pemimpin yang dulu serta menolak / membatalkan apabila dinilai banyak merugikan Indonesia.

Tetapi, dimata pengusaha hal tersebut sangat merugikan dan mungkin memberikan kesan jelek pada Pemerintah Indonesia, ada baiknya apabila juga menimbang "nama baik" Pemerintah Indonesia, bisa juga menyetujuinya tetapi dengan berbagai syarat ketat yang akan di berikan kedepannya.

Semangat Pak Ahok...!! Hidup Indonesia!!!

Senin, 09 Februari 2015

Presiden Jokowi Pulang, Budi Gunawan Game Over?




TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo mengatakan akan memutuskan nasib calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan pekan ini. "Insya Allah pekan ini," katanya setelah mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Selasa, 10 Februari 2015.

Ditanya ihwal opsi yang akan dipilih menyangkut penentuan Kapolri, Presiden enggan menjawab lebih lanjut. "Tunggu dan sabar, tunggu. Insya Allah, pekan ini," katanya.

Pekan lalu, saat menghadiri rapat koordinasi penanganan narkoba di Hotel Bidakara, Jokowi mengatakan akan memutuskan nasib Kapolri seusai kunjungan kenegaraanya ke tiga negara, yakni Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam. "Nanti, pekan depan, masih ada yang harus saya bereskan," katanya pekan lalu.

Sebelumnya, Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengatakan calon Kapolri Budi Gunawan belum akan mengundurkan diri menyusul munculnya imbauan Menteri Sekretaris Negara Pratikno agar dia segera mundur dari pencalonan.

"Pak Mensesneg (Pratikno) sudah mengimbau (Budi Gunawan) agar mengundurkan diri. Tapi, setelah kami komunikasikan, Pak Budi Gunawan masih akan menunggu proses praperadilannya," kata Badrodin di Kantor Presiden, Rabu, 4 Februari 2015.

Badrodin mengatakan, setelah proses praperadilan selesai, Budi Gunawan berharap sudah bisa menentukan sikap apakah akan mundur atau tidak dari pencalonan sebagai Kapolri. "Mudah-mudahan setelah proses praperadilan selesai beliau sudah bisa menentukan sikapnya untuk mundur atau tidak," katanya.

Sidang praperadilan Budi Gunawan masih akan dilanjutkan hingga pekan depan. Jika Presiden Jokowi ingin mengeluarkan keputusan pekan ini, berarti dia tak menanti hasil sidang tersebut.

Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, mengatakan penjaringan ulang calon Kepala Kapolri tidak menghilangkan peluang pelantikan Budi Gunawan. Ia meminta Presiden Joko Widodo tetap melantiknya meski kemudian dia dinonaktifkan. "Hak dia harus dipenuhi dulu," ujarnya, Sabtu, 7 Februari 2015.

Sinyal penggantian Budi Gunawan terlihat dari sikap Jokowi yang meminta Komisi Kepolisian Nasional menjaring ulang kandidat Kapolri. Setidaknya ada empat nama yang berpeluang dipilih. Mereka adalah Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, dan Kabareskrim Komjen Budi Waseso.


Pak Jokowi jelas harus Tegas kepada Pak Budi Gunawan, serta PDIP untuk menanggulangi permasalahan ini. Masalah tersebut kan bermula dari perseteruan PDIP untuk mengajukan Pak Budi Gunawan.

Setelah permasalahan tersebut selesai, Pemerintahan Indonesia akan berjalan lebih baik, dan teratur seperti sedia kala. Tetapi belum selesai sampai situ saja, seharusnya pemberantasan orang-orang yang bermasalah di Kepolisian yang terlibat kasus Pak Budi Gunawan juga harus diberantas, untuk mengurangi permasalahan di lain waktu.

Semoga saja, masalah tersebut bisa selesai dengan lancar dan sebaik-baiknya. Semangat Pak Jokowi..!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 08 Februari 2015

Praperadilan Komjen BG, KY Sebarkan Mata-mata




TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki akan mengirimkan tim untuk mengawasi jalannya sidang praperadilan Budi Gunawan yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri jakarta Selatan, Senin, 9 Februari 2015. Bukan hanya mengirim tim pemantau, kata Suparman, pimpinan Komisi Yudisial juga bakal hadir.

"KY akan mengirim tim pemantau yang cukup kuat dalam melakukan tugasnya," kata Suparman kepada Tempo saat dihubungi, Ahad, 8 Februari 2015. Ia yakin timnya bisa mengidentifikasi jika hakim praperadilan mengeluarkan putusan janggal. "Semua bisa dibaca dalam proses persidangan atau dokumen."

Proses pengadilan yang berjalan dan berakhir adil, menurut Suparman, ditentukan oleh ada tidaknya independensi dan imparsialitas hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. "Tim KY bisa memeriksa itu," katanya. Adapun sidang ini akan disidang hakim tunggal, Sapardin Rizaldi.

Jika KY mengirim tim untuk mengawasi jalannya sidang praperadilan tersebut, hal yang sama tak dilakukan Mahkamah Agung. Kepala Sub Bagian Humas dan Profesi MA Rudy Sudianto mengatakan sejauh ini MA tak membuat tim terkait praperadilan. "Belum ada informasi masalah itu," katanya, Ahad, 8 Februari 2015.

Persidangan itu akan berlangsung Senin esok, 8 Februari 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Praperadilan diajukan calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang keberatan karena Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.

Semula, sidang praperadilan Budi Gunawan digelar pada Senin, 2 Februari 2015, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Hakim Sapardin Rizaldi memutuskan untuk menunda sidang hingga Senin, 9 Februari 2015 karena pihak tergugat, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tak hadir dalam sidang.

Pak Suparman maklum apabila melakukan hal tersebut, karena memang sering kali pihak Hakim terkesan udah di "Beli" oleh pihak Polri. Sudah bukan rahasia, tentang kasus "beli-membeli" untuk mengubah keputusan hakim.

Tim yang dikirimkan Pak Suparman, memang untuk menangkal adanya kasus-kasus seperti itu, termasuk kejanggalan keputusan hakim, apalagi menyangkut kasus besar yang bisa menyeret banyak pihak dalam Polri ataupun luar Polri.

Semoga keadilan berhasil di junjung tinggi, dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Semangat Pak Jokowi... !! Hidup Indonesia..!!