Budi Gunawan Tebar Janji Barter agar Dilantik Jadi Kapolri
TEMPO.CO,
Jakarta
- Budi Gunawan dan PDI Perjuangan melobi partai penentang pemerintah
agar dia disetujui menjadi Kepala Polri. Aburizal Bakrie mendapat dana
ganti rugi Lapindo. Inilah investigasi Majalah Tempo yang terbit pada 26
Januari 2015 lalu.
Adalah Hatta Rajasa. Ia menduga kedatangan
Pramono Anung pada akhir tahun lalu untuk membicarakan kisruh
berkepanjangan dua kubu di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Partai
Amanat Nasional ini bergabung bersama koalisi non-pemerintah, yang
sebelumnya mencalonkan dirinya menjadi wakil presiden bersama Prabowo
Subianto pada pemilihan pertengahan tahun lalu.
Pramono ditunjuk
petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menjalankan lobi ke
partai lain guna menyelesaikan kisruh di Senayan. Namun Hatta kaget
ketika Pramono muncul di rumahnya di kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta
Selatan, bersama orang lain yang merupakan jenderal polisi aktif. “Masih
ingat dengan Pak Budi Gunawan?” kata Hatta menirukan Pramono saat
menceritakan ulang pertemuan itu pada Kamis, 23 Januari 2015.
Hatta
tak asing dengan pria 55 tahun berkumis baplang itu. Ketika ia menjabat
Menteri Riset dan Teknologi pada 2001-2004, Komisaris Jenderal Budi
Gunawan merupakan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, meski
sudah lama kenal, ia mengaku tak pernah berinteraksi dengan Budi. “Wong,
dia ajudan presiden,” ujarnya.
Obrolan dengan Pramono dimulai
dengan kisruh perebutan ketua komisi di DPR antara partai yang sekubu
dengan PAN dan kubu pemerintah pimpinan PDI Perjuangan. Pramono mengajak
partai Hatta mendukung pemerintah. Menurut Hatta, Budi lebih banyak
diam.
Pertemuan dengan Hatta Rajasa dan elite partai lain
merupakan cara PDI Perjuangan memuluskan pencalonan Budi Gunawan sebagai
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Presiden Joko Widodo
kemudian mengajukannya ke DPR, 15 Januari lalu, sebagai calon tunggal
pengganti Jenderal Sutarman, yang sebenarnya baru pensiunan Oktober
nanti. Sehari setelah pengajuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi
menetapkannya sebagai tersangka korupsi perkara suap dan gratifikasi.
PDI
Perjuangan juga mengutus Ketua Fraksi Olly Dondokambey guna melobi
partai-partai anggota koalisi non-pemerintah. Gerilya dilakukan sejak
Desember 2014. Pramono dan Olly wira-wiri membawa Budi Gunawan menemui
para bos partai “oposisi” itu.
Akhir tahun lalu, Olly
bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Menteng,
Jakarta Pusat. Kepada Aburizal, Olly mengutarakan niat Jokowi
mengajukan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Sepekan sebelum uji
kelayakan, Olly kembali bertemu dengan Aburizal untuk memastikan
dukungan Golkar. “Ya, kami akan mendukung apa pun keputusan Presiden,”
kata Aburizal seperti ditirukan seorang petinggi Golkar.
Dukungan
Golkar menuntut syarat. Seorang politikus partai beringin yang
mengetahui pertemuan itu menuturkan bahwa Aburizal meminta bantuan
pemerintah menalangi pembelian lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang
terkena dampak semburan lumpur Lapindo. Grup Bakrie tak cukup punya dana
segar untuk membayar tunggakan Rp 781 miliar pembelian lahan. Dana
talangan inilah yang diinginkan Aburizal.
Pada 13 Januari lalu,
Aburizal menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Aburizal memberi
masukan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014.
Rabu pekan lalu, Aburizal lagi-lagi bertandang ke Istana Kepresidenan.
Kali ini tujuannya adalah Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar
Panjaitan. Topik pembahasannya kembali masalah anggaran perubahan. Dia
meminta anggaran perubahan tak hanya digunakan untuk infrastruktur.
“Pemerataan juga penting,” ujarnya.
Pertemuan itu membuahkan
hasil. Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengajukan dana
talangan pembayaran lahan Lapindo senilai Rp 781,7 miliar. Skemanya
adalah utang-piutang antara pemerintah dan PT Minarak dengan jaminan
aset senilai Rp 3,01 triliun. “Beberapa kali kami bahas di rapat kabinet
dan disetujui Presiden,” kata Bambang.
Juru bicara keluarga
Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, yang menjabat Wakil Sekretaris Jenderal
Golkar, membantah kabar bahwa Aburizal membarter urusan Budi Gunawan
agar pemerintah menalangi pembayaran ganti rugi lahan Lapindo. “Kalau
keluarga Bakrie belum ada dana, itu fakta,” ujarnya.
Di luar
urusan Lapindo, permintaan Aburizal adalah pemerintah membereskan
dualisme kepemimpinan di partainya. Golkar pecah menyusul kisruh
dukungan dalam pemilihan presiden. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Yasonna Laoly mengambil jalan tengah, yakni kepengurusan Golkar yang sah
adalah hasil Musyawarah Nasional Golkar di Riau pada 2009 di bawah
Ketua Umum Aburizal Bakrie.
Menurut Bendahara Umum Golkar Bambang
Soesatyo, dalam pertemuan dengan Olly, Aburizal meminta Ketua Fraksi
PDI Perjuangan itu menyampaikan ke Presiden agar ucapan lisan Yasonna
dituangkan dalam keputusan formal. “Tapi ini bukan barter dukungan untuk
pencalonan Budi Gunawan,” kata Bambang.
Juru lobi PDI
Perjuangan juga menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar
mendukung Budi Gunawan menjadi Kepala Polri. Hanya, kata politikus
Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, Prabowo tak menjawab tegas dukungan
partainya kepada calon PDI Perjuangan itu. “Saya serahkan kepada
fraksi,” ujarnya menirukan ucapan Prabowo.
Pramono membenarkan
kabar bahwa ia mengajak Budi Gunawan menemui bos partai politik koalisi
penentang pemerintah di DPR. “Semua calon Kepala Polri melakukan itu,”
katanya. Namun ia membantah anggapan bahwa gerilya politik tersebut
dibarter dengan sejumlah kebijakan pemerintah, seperti dana talangan
Lapindo itu atau pengakuan pengurusan Golkar. “Saya jamin tidak ada.”
Budi
Gunawan juga bergerak sendiri. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan dua
pekan lalu, secara terpisah anggota Komisi Hukum menemui Budi di Markas
Besar Polri. Desmond dan Bambang Soesatyo membantah kabar bahwa
anggotanya di Komisi Hukum secara resmi menemui Budi di luar forum
resmi. “Kalau kami hanya bertemu di uji kelayakan,” ujar Desmond.
Bambang
Soesatyo mengenal Budi sejak 2005, ketika sama-sama mengambil
pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional. Kawan satu angkatan mereka
antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy
Purdijatno. Ketika itu, Budi masih berpangkat brigadir jenderal. Bambang
menilai Budi layak menjadi Kepala Polri karena berprestasi. “Terbukti
menjadi yang terbaik saat pendidikan di Lemhannas,” katanya.
Budi
sudah lama berjejaring dengan Komisi Hukum. Dia menjadi juru lobi
Markas Besar Polri ke parlemen saat pembahasan Undang-Undang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Budi berhasil meyakinkan Dewan agar pengurusan
surat tanda nomor kendaraan tetap berada di Kepolisian--awalnya hendak
dipindahkan ke Kementerian Perhubungan.
Seorang pemimpin Komisi
Hukum bercerita, Budi juga murah hati ketika ada yang meminta bantuan.
Misalnya yang berkaitan dengan mutasi jabatan di Kepolisian yang
melibatkan kolega anggota Komisi Hukum. “Budi tak pernah tidak
mengiyakan,” ujar politikus itu. “Mungkin memang dia dikenal baik
sehingga mempengaruhi subyektivitas Komisi Hukum,” kata Razman Nasution,
pengacara Budi Gunawan.
Pendekatan ala PDI Perjuangan dan Budi
Gunawan terbukti moncer. Komisi Hukum, yang mayoritas diisi politikus
partai penentang Presiden Jokowi, secara aklamasi menerima pencalonannya
sebagai Kepala Polri. Mereka mengabaikan keputusan KPK yang
menetapkannya sebagai tersangka korupsi rekening gendut. Dalam rapat
paripurna, hampir semua fraksi menyetujui keputusan itu.
Pak Celetuk, merasa sangat kecewa dengan Pak Budi Gunawan dan yg terutama pada Bu Megawati. Perjanjian nya dengan Pak Budi, jelas sangat merugikan banyak pihak. Bagaimana dengan keiinginan untuk memajukan Negara Indonesia?? Padahal Pak Jokowi sudah banyak berjuang untuk menuntaskan misinya. Tetapi banyak sekali pihak pemerintahan di DPR dan DPRD yang menentang Pak Jokowi dan mengedepankan keinginan pribadi nya.
Semangat Pak Jokowi...!!! Hidup Indonesia..!!