Haii... Aku Pak.Cletuk !!

Hallo Masyarakat Indonesia.. Kita masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hebat. Dari negeri Indonesia yang "HEBAT" buktinya.. Kita menganut dasar PANCASILA, Negara yang DEMOKRASI, Jalur Perdagangan yang sangat BERPOTENSI, serta memiliki kekayaan alam yang membuat decak kagum masyarakat dunia lain.
"Tapi" sayangnya banyak sekali yang menggunakan Hal-hal tersebut dengan salah di tangan yang salah.

Blog Celetuk Politik Indonesia, hanya ingin mendengarkan dan berbicara dari hati, kepada masyarakat lain serta pemerintah agar kami dapat dan bisa berkomunikasi dua arah dengan baik.

Senin, 23 Februari 2015

Jokowi: Tata Krama Brasil Tak Lazim



TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan alasan penarikan Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto, adalah karena sikap Brasil yang tidak lazim dalam memprotes eksekusi warganya yang terlibat kasus narkoba di Indonesia.

"Kalau menurut saya itu tata krama hubungan yang tidak lazim seperti itu," kata Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah seusai melakukan kunjungan kerja ke Banten, Senin, 23 Februari 2015.

Jokowi menegaskan Indonesia tidak akan mengubah keputusan terkait eksekusi mati terpidana narkoba. Menurut Jokowi, protes yang dilancarkan beberapa pemimpin negara di dunia termasuk Brasil tidak akan mempengaruhi keputusan Indonesia. "Tidak, itu kedaulatan hukum dan politik kita."

Pemerintah Indonesia memprotes tindakan pemerintah Brasil yang tiba-tiba menunda penyerahan surat kepercayaan Dubes Indonesia untuk Brasi, Toto Riyanto.

Kementerian Luar Negeri RI telah memanggil Dubes Brasil untuk Indonesia pada 20 Februari untuk menyampaikan protes keras atas kejadian itu.

Indonesia juga telah memanggil pulang Dubes indonesia untuk Brasil Toto sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh pemerintahan Brasil.

Saat ini, seorang terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, juga akan dieksekusi di Nusakambangan. Seorang lainnya yaitu, Marco Archer, telah dieksekusi. Keduanya terlibat penyelundupan narkoba.
 
Narkoba memang banyak menghantui seluruh negara di dunia. Setiap negara pun punya kebijakan serta hukum sendiri - sendiri, dimana memang setiap negara punya hak dan kewajiban yang harus di berikan kepada warga negaranya. Indonesia pun juga termasuk, saat ini negara Indonesia mempunyai hukum untuk para kriminal narkoba, akan di eksekusi di Indonesia. 
 Indonesia saat ini menunjukan "taring" kepada negara lain tentang kapal yang mencuri ikan dan tentang kriminal narkoba, dimana memang harus tegas dan konsisten tanpa bisa di "tawar menawar" terhadap hukum.

Semangat Pak Jokowi...!!!! Hidup Indonesia..!!!

Selasa, 17 Februari 2015

Budi Gunawan Tebar Janji Barter agar Dilantik Jadi Kapolri




TEMPO.CO, Jakarta - Budi Gunawan dan PDI Perjuangan melobi partai penentang pemerintah agar dia disetujui menjadi Kepala Polri. Aburizal Bakrie mendapat dana ganti rugi Lapindo. Inilah investigasi Majalah Tempo yang terbit pada 26 Januari 2015 lalu.

Adalah Hatta Rajasa. Ia menduga kedatangan Pramono Anung pada akhir tahun lalu untuk membicarakan kisruh berkepanjangan dua kubu di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini bergabung bersama koalisi non-pemerintah, yang sebelumnya mencalonkan dirinya menjadi wakil presiden bersama Prabowo Subianto pada pemilihan pertengahan tahun lalu.

Pramono ditunjuk petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menjalankan lobi ke partai lain guna menyelesaikan kisruh di Senayan. Namun Hatta kaget ketika Pramono muncul di rumahnya di kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, bersama orang lain yang merupakan jenderal polisi aktif. “Masih ingat dengan Pak Budi Gunawan?” kata Hatta menirukan Pramono saat menceritakan ulang pertemuan itu pada Kamis, 23 Januari 2015.

Hatta tak asing dengan pria 55 tahun berkumis baplang itu. Ketika ia menjabat Menteri Riset dan Teknologi pada 2001-2004, Komisaris Jenderal Budi Gunawan merupakan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, meski sudah lama kenal, ia mengaku tak pernah berinteraksi dengan Budi. “Wong, dia ajudan presiden,” ujarnya.

Obrolan dengan Pramono dimulai dengan kisruh perebutan ketua komisi di DPR antara partai yang sekubu dengan PAN dan kubu pemerintah pimpinan PDI Perjuangan. Pramono mengajak partai Hatta mendukung pemerintah. Menurut Hatta, Budi lebih banyak diam.

Pertemuan dengan Hatta Rajasa dan elite partai lain merupakan cara PDI Perjuangan memuluskan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Presiden Joko Widodo kemudian mengajukannya ke DPR, 15 Januari lalu, sebagai calon tunggal pengganti Jenderal Sutarman, yang sebenarnya baru pensiunan Oktober nanti. Sehari setelah pengajuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka korupsi perkara suap dan gratifikasi.

PDI Perjuangan juga mengutus Ketua Fraksi Olly Dondokambey guna melobi partai-partai anggota koalisi non-pemerintah. Gerilya dilakukan sejak Desember 2014. Pramono dan Olly wira-wiri membawa Budi Gunawan menemui para bos partai “oposisi” itu.

Akhir tahun lalu, Olly bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Menteng, Jakarta Pusat. Kepada Aburizal, Olly mengutarakan niat Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Sepekan sebelum uji kelayakan, Olly kembali bertemu dengan Aburizal untuk memastikan dukungan Golkar. “Ya, kami akan mendukung apa pun keputusan Presiden,” kata Aburizal seperti ditirukan seorang petinggi Golkar.

Dukungan Golkar menuntut syarat. Seorang politikus partai beringin yang mengetahui pertemuan itu menuturkan bahwa Aburizal meminta bantuan pemerintah menalangi pembelian lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena dampak semburan lumpur Lapindo. Grup Bakrie tak cukup punya dana segar untuk membayar tunggakan Rp 781 miliar pembelian lahan. Dana talangan inilah yang diinginkan Aburizal.

Pada 13 Januari lalu, Aburizal menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Aburizal memberi masukan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Rabu pekan lalu, Aburizal lagi-lagi bertandang ke Istana Kepresidenan. Kali ini tujuannya adalah Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan. Topik pembahasannya kembali masalah anggaran perubahan. Dia meminta anggaran perubahan tak hanya digunakan untuk infrastruktur. “Pemerataan juga penting,” ujarnya.

Pertemuan itu membuahkan hasil. Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengajukan dana talangan pembayaran lahan Lapindo senilai Rp 781,7 miliar. Skemanya adalah utang-piutang antara pemerintah dan PT Minarak dengan jaminan aset senilai Rp 3,01 triliun. “Beberapa kali kami bahas di rapat kabinet dan disetujui Presiden,” kata Bambang.

Juru bicara keluarga Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, yang menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, membantah kabar bahwa Aburizal membarter urusan Budi Gunawan agar pemerintah menalangi pembayaran ganti rugi lahan Lapindo. “Kalau keluarga Bakrie belum ada dana, itu fakta,” ujarnya.

Di luar urusan Lapindo, permintaan Aburizal adalah pemerintah membereskan dualisme kepemimpinan di partainya. Golkar pecah menyusul kisruh dukungan dalam pemilihan presiden. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengambil jalan tengah, yakni kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Musyawarah Nasional Golkar di Riau pada 2009 di bawah Ketua Umum Aburizal Bakrie.

Menurut Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo, dalam pertemuan dengan Olly, Aburizal meminta Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menyampaikan ke Presiden agar ucapan lisan Yasonna dituangkan dalam keputusan formal. “Tapi ini bukan barter dukungan untuk pencalonan Budi Gunawan,” kata Bambang.

Juru lobi PDI Perjuangan juga menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar mendukung Budi Gunawan menjadi Kepala Polri. Hanya, kata politikus Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, Prabowo tak menjawab tegas dukungan partainya kepada calon PDI Perjuangan itu. “Saya serahkan kepada fraksi,” ujarnya menirukan ucapan Prabowo.

Pramono membenarkan kabar bahwa ia mengajak Budi Gunawan menemui bos partai politik koalisi penentang pemerintah di DPR. “Semua calon Kepala Polri melakukan itu,” katanya. Namun ia membantah anggapan bahwa gerilya politik tersebut dibarter dengan sejumlah kebijakan pemerintah, seperti dana talangan Lapindo itu atau pengakuan pengurusan Golkar. “Saya jamin tidak ada.”

Budi Gunawan juga bergerak sendiri. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan dua pekan lalu, secara terpisah anggota Komisi Hukum menemui Budi di Markas Besar Polri. Desmond dan Bambang Soesatyo membantah kabar bahwa anggotanya di Komisi Hukum secara resmi menemui Budi di luar forum resmi. “Kalau kami hanya bertemu di uji kelayakan,” ujar Desmond.

Bambang Soesatyo mengenal Budi sejak 2005, ketika sama-sama mengambil pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional. Kawan satu angkatan mereka antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Ketika itu, Budi masih berpangkat brigadir jenderal. Bambang menilai Budi layak menjadi Kepala Polri karena berprestasi. “Terbukti menjadi yang terbaik saat pendidikan di Lemhannas,” katanya.

Budi sudah lama berjejaring dengan Komisi Hukum. Dia menjadi juru lobi Markas Besar Polri ke parlemen saat pembahasan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Budi berhasil meyakinkan Dewan agar pengurusan surat tanda nomor kendaraan tetap berada di Kepolisian--awalnya hendak dipindahkan ke Kementerian Perhubungan.

Seorang pemimpin Komisi Hukum bercerita, Budi juga murah hati ketika ada yang meminta bantuan. Misalnya yang berkaitan dengan mutasi jabatan di Kepolisian yang melibatkan kolega anggota Komisi Hukum. “Budi tak pernah tidak mengiyakan,” ujar politikus itu. “Mungkin memang dia dikenal baik sehingga mempengaruhi subyektivitas Komisi Hukum,” kata Razman Nasution, pengacara Budi Gunawan.

Pendekatan ala PDI Perjuangan dan Budi Gunawan terbukti moncer. Komisi Hukum, yang mayoritas diisi politikus partai penentang Presiden Jokowi, secara aklamasi menerima pencalonannya sebagai Kepala Polri. Mereka mengabaikan keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka korupsi rekening gendut. Dalam rapat paripurna, hampir semua fraksi menyetujui keputusan itu.


Pak Celetuk, merasa sangat kecewa dengan Pak Budi Gunawan dan yg terutama pada Bu Megawati. Perjanjian nya dengan Pak Budi, jelas sangat merugikan banyak pihak. Bagaimana dengan keiinginan untuk memajukan Negara Indonesia?? Padahal Pak Jokowi sudah banyak berjuang untuk menuntaskan misinya. Tetapi banyak sekali pihak pemerintahan di DPR dan DPRD yang menentang Pak Jokowi dan mengedepankan keinginan pribadi nya. 

Semangat Pak Jokowi...!!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 15 Februari 2015

Mau Digulingkan: Dewan Tentukan Nasib Ahok Hari Ini




TEMPO.CO, Jakarta -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta akan menggelar rapat pimpinan gabungan untuk menentukan nasib Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Senin, 16 Februari 2015. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan rapat itu akan memutuskan langkah yang akan Dewan tempuh menyusul dikembalikannya Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Kami akan membahas hak yang akan diajukan," kata Taufik saat dihubungi, Ahad, 15 Februari 2015. Taufik berujar Dewan akan mengajukan hak interpelasi dan hak angket. Alasanya, Dewan menganggap Ahok--sapaan Basuki--melanggar hukum. Ia menuturkan, Ahok tak mengirimkan perda hasil persetujuan Dewan dan Pemerintah DKI ke Kementerian. Menurut dia, Ahok justru menyerahkan perda lain yang tak pernah dibahas bersama Dewan.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan masalah ini kemungkinan berujung pada pemakzulan. Menurut dia, ini bukan kali pertama Ahok bertindak tanpa mempertimbangkan DPRD sebagai mitra kerja Pemerintah DKI. "Lagipula dia melanggar hukum, memang selayaknya dimakzulkan," kata dia.

Senada dengan Taufik, Ketua Fraksi Demokrat-PAN Lucky P. Sastrawiria menganggap Ahok menyepelekan DPRD DKI Jakarta. Selain itu, ia berujar ulah Ahok bisa memperlambat program pembangunan di Jakarta lantaran pencairan anggaran yang dipastikan molor. “Tingkah laku Ahok egois,” kata Lucky.

Ketua Fraksi Nasdem di DPRD, Bestari Barus, mengatakan perbuatan Ahok membuat suasana kerja sama antara kedua instansi semakin tidak nyaman. Ia menuturkan, tudingan Ahok bahwa DPRD menciptakan proyek siluman bernilai Rp 8,8 triliun justru dipicu oleh anak buah Ahok yang menyogok anggota dewan Rp 12 triliun. Duit itu ditujukan agar Dewan menyetujui rancangan perda APBD tanpa membahasnya lebih dulu. “Dia justru balik menyalahkan oang lain,” ujar Bestari.

Sementara itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah tak ambil pusing soal ancaman DPRD itu. Menurut dia, Pemerintah DKI siap menjelaskan jawaban atas pertanyaan Dewan ihwal pengajuan Perda APBD. “Kami akan jelaskan,” kata dia.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Agus Pambagyo mengatakan Kementerian Dalam Negeri harus mengambil sikap atas kisruh antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta. Menurut dia, penjelasan dari Kementerian bisa meredam ketegangan kedua instansi. Tindakan ini bertujuan mencegah berlarut-larutnya masalah. “Efeknya pasti pembangunan yang molor,” kata Agus.




Memang "Orang benar" banyak musuhnya.. memang sangat merepotkan posisi Pak Basuki ini. jelas dia ingin membuat Indonesia dan jakarta untuk jadi lebih baik. Tetapi kesulitannya adalah DPR dan DPRD yang mungkin banyak sekali menganggap Pak Basuki sebagai "penghalang" bagi calon atau memang Koruptor yang ingin melancarkan aksinya.


Masyarakat indonesia ini ingin sekali memiliki pemimpin yang bisa di banggakan, seperti Pak Jokowi, Pak Basuki, dll. Tetapi juga banyak sekali yang tidak suka, karena terkesan menghalangi niat-niat negatif nya. 


Seperti yang telah di dengar oleh Pak Celetuk, tentang Anggaran Jakarta. Menurut Pak Basuki, banyak sekali pengeluaran tak penting serta pengeluaran yang tidak disertai Detail nya. Jelas di maksudkan untuk "ajang Korupsi" bagi DPR dan DPRD nya, jelas Pak Basuki tidak setuju kan??


Semangat Pak Basuki..!! Hidup Indonesia..!!!

Rabu, 11 Februari 2015

Seleksi Calon Kapolri, Jokowi Diingatkan Kasus BG




TEMPO.CO, Padang - Lembaga Antikorupsi Integritas Sumatera Barat mendesak Presiden Joko Widodo melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia, pengganti Komisaris Jenderal Budi Gunawan jika batal dilantik.

Budi Gunawan, yang kini berstatus tersangka kasus suap dan gratifikasi, sedang mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun banyak kalangan meminta Jokowi membatalkan pencalonan dan pelantikan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

"Melibatkan KPK dan PPATK dalam seleksi agar mendapatkan calon Kapolri profesional, berintegritas, dan bersih dari kasus hukum," ujar Roni Saputra, aktivis dari Lembaga Antikorupsi Integritas, Rabu, 11 Februari 2015

Roni menuturkan Jokowi harus ingat dengan janjinya sewaktu kampanye pemilu presiden, yang diuraikan dalam Nawa Cita. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berjanji memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang profesional, bersih dari perkara hukum, serta berintegritas. "Sembilan janji dalam Nawa Cita salah satunya Kapolri bersih," ujarnya.

Roni juga mengingatkan Komisi Kepolisian Nasional menghormati prinsip program kerja Jokowi untuk mendorong pemerintahan yang baik dan bersih. Caranya, jangan lagi menyodorkan calon Kapolri yang terlilit masalah hukum seperti Budi Gunawan. "Sebagai pembantu presiden, Kompolnas harus sanggup mencari orang yang memiliki integritas. Jangan sampai kejadian Budi Gunawan terulang kembali pada pencalonan kali ini," tutur Roni.

Adapun Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Muhammad Khaidir meminta Presiden Joko Widodo menyelesaikan konflik antara KPK dan Polri. Konflik itu tampak dari kebijakan Polri yang menjadikan pimpinan KPK sebagai tersangka kasus yang terkesan dicari-cari. Akibatnya, KPK terancam lumpuh karena semua pimpinannya terancam jadi tersangka. Terakhir, jajaran KPK merasa diteror dan terancam keselamatannya.

Persoalan tersebut, menurut Khaidir, jangan dibiarkan lama tanpa kejelasan. "Perselisihan yang sedang dihadapi KPK dengan Polri itu hanya dapat diselesaikan oleh Presiden Jokowi dan bukan pihak-pihak lain," ujarnya, seperti dikutip Antara.

Menurut Khaidir, jika kemelut KPK dengan Polri tidak secepatnya dituntaskan, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Masyarakat tidak akan percaya lagi pada kedua lembaga hukum. Yang juga mengkhawatirkan, tutur Khaidir, penilaian negara-negara lain terhadap Indonesia menjadi buruk, terutama soal penegakan hukum.

Khaidir mengatakan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim diduga kuat terkait dengan penetapan status tersangka Budi Gunawan. Bambang ditangkap puluhan polisi pada Jumat, 23 Januari 2015, sekitar pukul 07.30 WIB di Depok setelah mengantar anaknya ke sekolah.

Bambang dijerat kasus menyuruh saksi memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 di Mahkamah Konstitusi. Bambang saat itu merupakan pengacara salah satu pasangan calon Bupati Kotawaringin Barat. Penangkapan Bambang oleh polisi atas pelaporan Sugianto Sabran pada 15 Januari 2015.


Pak Celetuk berpendapat, masalah kasus Pak Budi Gunawan ini memang sebuah suatu "jebakan"  dari pihak-pihak lain. Dimana juga terjadi situasi yang menjepit Pak Jokowi, hingga susah mengambil suatu keputusan.

Sulit memang kondisi Pak Jokowi ini, tetapi misalkan Pak Jokowi tegas, dan mengambil keputusan dengan tepat, mungkin masalah ini bisa cepat selesai. Kedepannya Pak Jokowi memang harus lebih berhati-hati dalam memilih, jangan terkena jebakan lagi. kadang seperti pepatah "musuh dalam selimut", itu sangat tepat dalam situasi ini.

Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia!!

Selasa, 10 Februari 2015

DKI vs Menteri Susi, Ahok: Tunggu Jokowi Beresin




TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyerahkan keputusan mengenai reklamasi pulau di pantai utara Jakarta kepada Presiden Jokowi. “Kalau gubernur berlawanan dengan menteri, nunggu Presiden beresin lah," kata Ahok di Balai Kota, Selasa, 10 Februari 2014.

Ahok heran dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mempermasalahkan reklamasi pulau di pantai utara Jakarta sekarang. Padahal, ia mengaku sudah mengonsultasikannya dengan mereka dulu."Kita sudah pernah koordinasi dengan mereka," ujarnya,

Menurut dia, koordinasi dilakukan ketika pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Reklamasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Hasil pertemuan, disepakati bahwa reklamasi pulau yang telah mendapat izin dari pemerintah DKI, dengan memakai aturan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, tetap dikerjakan.

"Waktu itu yang pulau berikutnya yang harus seperti itu (pakai aturan baru)," kata Ahok. Sebab, menurut dia, tidak mungkin membatalkan izin yang lama. "Anda tidak mungkin membatalkan orang nyambung izin kan. Kecuali Anda keluarkan izin baru Anda enggak bisa."

Selain itu, izin reklamasi yang dikeluarkan oleh pemerintah DKI bukan di zaman dia. Namun, izin dikeluarkan pada saat Gubernur Fauzi Bowo atau Foke menjabat. "Itu zaman Foke dan pakai Keppres," ucap dia. Sebab, Peraturan Daerah soal reklamasi belum keluar saat itu, hingga sekarang pun belum ada.

Ahok lebih heran kenapa pusat mempersoalkan reklamasi sekarang, sedangkan dulu Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mereklamasi tak dipersoalkan. "Pelindo II reklamasi kamu enggak ribut. Itu asing loh yang nguasainya. Mereka reklamasi seenaknya tanpa izin dan IMB dari kami," kata Ahok. Begitu juga dengan Kawasan Berikat Nusantara dan Bekasi Center yang sama telah mereklamasi pantai tapi tak dipersoalkan.

Menurut dia, jika ingin membatalkan proyek reklamasi sekarang, termasuk pulau yang sedang digarap oleh Agung Podomoro Group, harus membatalkan Keppres. Ia mengaku senang jika dibatalkan. "Saya mau lelang saja itu 17 pulau," ucap mantan Bupati Belitung Timur itu.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai proyek reklamasi yang dilakukan oleh Agung Podomoro di utara Jakarta melanggar aturan. Gubernur DKI dianggap melegalkan proyek reklamasi itu. "Izinnya diterbitkan Ahok pada 2014," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Sudirman Saad.


Nah... ini biasanya kegiatan Gubernur , Menteri, / Presiden sebelum lengser biasanya memang banyak menandatangani perjanjian kerjasama yang bersangkutan dengan perusahaan Swasta / non Swasta. Sering kali terjadi permasalahan dengan pemimpin yang baru dengan kebijakan yang baru juga. Bisa mempunyai kebijakan lebih baik maupun buruk. 

Saat ini memang Indonesia mempunyai kebijakan menuju ke lebih baik, dimana ternyata banyak proyek-proyek di Indonesia yang sudah di tandatangani oleh pemimpin sebelum nya tanpa memikirkan pemimpin yang baru yang jelas akan banyak merugikan Indonesia kedepannya. 

Pemimpin kita yang baru seperti Pak Jokowi, Pak Ahok, dan Bu Susi memiliki pola pikir yang lain, yang memang ingin membuat Indonesia menjadi lebih baik, mapan, dan maju mulai menimbang ulang kebijakan yang di terbitkan oleh pemimpin yang dulu serta menolak / membatalkan apabila dinilai banyak merugikan Indonesia.

Tetapi, dimata pengusaha hal tersebut sangat merugikan dan mungkin memberikan kesan jelek pada Pemerintah Indonesia, ada baiknya apabila juga menimbang "nama baik" Pemerintah Indonesia, bisa juga menyetujuinya tetapi dengan berbagai syarat ketat yang akan di berikan kedepannya.

Semangat Pak Ahok...!! Hidup Indonesia!!!

Senin, 09 Februari 2015

Presiden Jokowi Pulang, Budi Gunawan Game Over?




TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo mengatakan akan memutuskan nasib calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan pekan ini. "Insya Allah pekan ini," katanya setelah mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Selasa, 10 Februari 2015.

Ditanya ihwal opsi yang akan dipilih menyangkut penentuan Kapolri, Presiden enggan menjawab lebih lanjut. "Tunggu dan sabar, tunggu. Insya Allah, pekan ini," katanya.

Pekan lalu, saat menghadiri rapat koordinasi penanganan narkoba di Hotel Bidakara, Jokowi mengatakan akan memutuskan nasib Kapolri seusai kunjungan kenegaraanya ke tiga negara, yakni Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam. "Nanti, pekan depan, masih ada yang harus saya bereskan," katanya pekan lalu.

Sebelumnya, Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti mengatakan calon Kapolri Budi Gunawan belum akan mengundurkan diri menyusul munculnya imbauan Menteri Sekretaris Negara Pratikno agar dia segera mundur dari pencalonan.

"Pak Mensesneg (Pratikno) sudah mengimbau (Budi Gunawan) agar mengundurkan diri. Tapi, setelah kami komunikasikan, Pak Budi Gunawan masih akan menunggu proses praperadilannya," kata Badrodin di Kantor Presiden, Rabu, 4 Februari 2015.

Badrodin mengatakan, setelah proses praperadilan selesai, Budi Gunawan berharap sudah bisa menentukan sikap apakah akan mundur atau tidak dari pencalonan sebagai Kapolri. "Mudah-mudahan setelah proses praperadilan selesai beliau sudah bisa menentukan sikapnya untuk mundur atau tidak," katanya.

Sidang praperadilan Budi Gunawan masih akan dilanjutkan hingga pekan depan. Jika Presiden Jokowi ingin mengeluarkan keputusan pekan ini, berarti dia tak menanti hasil sidang tersebut.

Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, mengatakan penjaringan ulang calon Kepala Kapolri tidak menghilangkan peluang pelantikan Budi Gunawan. Ia meminta Presiden Joko Widodo tetap melantiknya meski kemudian dia dinonaktifkan. "Hak dia harus dipenuhi dulu," ujarnya, Sabtu, 7 Februari 2015.

Sinyal penggantian Budi Gunawan terlihat dari sikap Jokowi yang meminta Komisi Kepolisian Nasional menjaring ulang kandidat Kapolri. Setidaknya ada empat nama yang berpeluang dipilih. Mereka adalah Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, dan Kabareskrim Komjen Budi Waseso.


Pak Jokowi jelas harus Tegas kepada Pak Budi Gunawan, serta PDIP untuk menanggulangi permasalahan ini. Masalah tersebut kan bermula dari perseteruan PDIP untuk mengajukan Pak Budi Gunawan.

Setelah permasalahan tersebut selesai, Pemerintahan Indonesia akan berjalan lebih baik, dan teratur seperti sedia kala. Tetapi belum selesai sampai situ saja, seharusnya pemberantasan orang-orang yang bermasalah di Kepolisian yang terlibat kasus Pak Budi Gunawan juga harus diberantas, untuk mengurangi permasalahan di lain waktu.

Semoga saja, masalah tersebut bisa selesai dengan lancar dan sebaik-baiknya. Semangat Pak Jokowi..!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 08 Februari 2015

Praperadilan Komjen BG, KY Sebarkan Mata-mata




TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki akan mengirimkan tim untuk mengawasi jalannya sidang praperadilan Budi Gunawan yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri jakarta Selatan, Senin, 9 Februari 2015. Bukan hanya mengirim tim pemantau, kata Suparman, pimpinan Komisi Yudisial juga bakal hadir.

"KY akan mengirim tim pemantau yang cukup kuat dalam melakukan tugasnya," kata Suparman kepada Tempo saat dihubungi, Ahad, 8 Februari 2015. Ia yakin timnya bisa mengidentifikasi jika hakim praperadilan mengeluarkan putusan janggal. "Semua bisa dibaca dalam proses persidangan atau dokumen."

Proses pengadilan yang berjalan dan berakhir adil, menurut Suparman, ditentukan oleh ada tidaknya independensi dan imparsialitas hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. "Tim KY bisa memeriksa itu," katanya. Adapun sidang ini akan disidang hakim tunggal, Sapardin Rizaldi.

Jika KY mengirim tim untuk mengawasi jalannya sidang praperadilan tersebut, hal yang sama tak dilakukan Mahkamah Agung. Kepala Sub Bagian Humas dan Profesi MA Rudy Sudianto mengatakan sejauh ini MA tak membuat tim terkait praperadilan. "Belum ada informasi masalah itu," katanya, Ahad, 8 Februari 2015.

Persidangan itu akan berlangsung Senin esok, 8 Februari 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Praperadilan diajukan calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang keberatan karena Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.

Semula, sidang praperadilan Budi Gunawan digelar pada Senin, 2 Februari 2015, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Hakim Sapardin Rizaldi memutuskan untuk menunda sidang hingga Senin, 9 Februari 2015 karena pihak tergugat, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tak hadir dalam sidang.

Pak Suparman maklum apabila melakukan hal tersebut, karena memang sering kali pihak Hakim terkesan udah di "Beli" oleh pihak Polri. Sudah bukan rahasia, tentang kasus "beli-membeli" untuk mengubah keputusan hakim.

Tim yang dikirimkan Pak Suparman, memang untuk menangkal adanya kasus-kasus seperti itu, termasuk kejanggalan keputusan hakim, apalagi menyangkut kasus besar yang bisa menyeret banyak pihak dalam Polri ataupun luar Polri.

Semoga keadilan berhasil di junjung tinggi, dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Semangat Pak Jokowi... !! Hidup Indonesia..!!

Kamis, 05 Februari 2015

Jokowi Bisa Terbitkan Perpu KPK Dengan Alasan Ini




TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menilai Presiden Joko Widodo memiliki cukup alasan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang jika komisoner Komisi Pemberantasan Korupsi kembali terjerat kasus hukum. "Kalau pimpinan KPK bertambah lagi menjadi tersangka, menurut saya, sudah saatnya dikeluarkan Perpu," kata Asrul.

Arsul menjelaskan, penerbitan perpu itu baru bisa dikatakan sah jika presiden memberhentikan dulu komisioner KPK yang tersangkut kasus hukum. Dengan cara itu, presiden memiliki cukup alasan untuk menunjuk orang lain yang dianggap mamapu menahkodai KPK. Pengganti komisoner itu bersifat adhoc hingga proses seleksi pada Desember 2015.

Arsul menyarankan agar Jokowi memilih komisioner yang memiliki rekam jejak baik dan berintegritas. Syarat itu perlu dipertimbangkan untuk menghindari peluang kriminalisasi. "Mantan komisioner KPK, seperti Muhammad Jasin, Tumpak Hatorangan, dan Erry Riyana, bisa jadi pertimbangan. Ahmad Santosa dan Yunus Husein juga bagus," ujarnya.

Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, punya pandangan serupa. Menurut dia, Perpu itu harus dikeluarkan agar tugas KPK tetap berjalan, karena tidak boleh ada kekosongan pimpinan. “Kita harus memastikan ada pimpinan sementara yang bisa bekerja hingga penjaringan pimpinan KPK di Desember 2015," katanya.

Namun, menurut Junimart, calon pimpinan itu tak harus mantan komisoner KPK. Presiden bisa memilih orang yang berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik sejauh mampu memimpin KPK. Para calon itu idealnya berusia di atas 66 tahun, mapan secara ekonomi, dan lulus psikotest agar mereka bisa mengambil keputusan yang bijaksana.

Pandangan berbeda disampaikan anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Wihadi Wiyanto. Menurut Wihadi, langkah yang perlu ditempuh Jokowi adalah mempercepat pembentukan panitia seleksi pimpinan KPK. "Memang akan ada kevakuman selama proses seleksi. Tapi KPK masih bisa menjalankan fungsi pencegahan dan pengawasan," ujar Wihadi.


 POLRI saat ini terlihat sekali bermain "Kotor" nya.. Masa tiba-tiba mengungkit masalah yang sudah terlewat lama sekali, untuk menghentikan kinerja KPK yang saat ini sedang mengusut kasus Pak Budi Gunawan. Polisi ini terlalu parah apabila terus dibiarkan memegang kekuasaan sebagai "Penegak Hukum" yang seharusnya berfungsi sebagai pengayom masyarakat kan??

Semua alasan dari Polri tersebut terlalu konyol dan tidak masuk akal, terlalu di buat-buat. Seharusnya sebagai petinggi-petinggi Polri bisa bermain dengan lebih "Pintar", Pak Celetuk yakin pasti ada petinggi-petinggi yang pintar kok, tapi saat ini mereka bermain dengan "Badoh" sekali. Hingga terlihat sekali kebodohannya, serta tingkat kecerobohannya sangat tinggi.

Jelas Presiden lebih ingin menyelamatkan KPK, daripada Polri yang memiliki kinerja yang buruk, Dengan menerbitkan perpu baru untuk Indonesia, mungkin bisa memberikan Indonesia harapan yang lebih baik.

Semangat Pak Jokowi..!! Hidup Indonesia..!!

Rabu, 04 Februari 2015

Jokowi Batalkan Budi, PKS: Kenapa Harus Diganti?




TEMPO.CO, Jakarta- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan opsi Presiden Joko Widodo yang berencana menjaring ulang calon Kepala Kepolisian. Mereka meminta Jokowi menjelaskan alasan di balik penjaringan tersebut. "Kenapa harus diganti? Yang lama kan belum dilantik. Ini yang harus dijelaskan," ujar anggota Fraksi Partai Kedailan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil, Rabu, 4 Januari 2015.

Menurut Nasir, opsi itu bertentangan dengan pernyataan Jokowi yang menyatakan pelantikan Budi Gunawan akan ditunda hingga putusan pra-peradilan. "Presiden kan pernah menyatakan itu," katanya. "Dan bagi Budi Gunawan, gugatan itu merupakan langkah yang harus ditempuh agar ada keadilan atas penetapan status tersangka itu. Jadi lebih baik menunggu putusan itu, biar semua pihak puas."

Hal serupa dinyatakan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Rio Patrice Capella. Menurut dia, penjaringan nama baru akan memunculkan polemik baru jika status Budi Gunawan tidak ditentukan terlebih dahulu. Sebab, pencalonan Budi Gunawan telah melewati proses politik di DPR dan tinggal menunggu pelantikan. "Kalau BG tidak dilantik, artinya ada proses konstitusional yang tidak selesai," katanya.

Jika ada nama baru yang akan diajukan, Rio menyarankan presiden melantik terlebih dulu Budi Gunawan untuk kemudian dinon-aktifkan. "Setelah itu baru ajukan nama baru ke DPR," ujarnya. Meski demikian, Rio menilai proses itu tidaklah harus ditentukan oleh putusan pengadilan. "Pelantikan Kapolri itu sepenuhnya menjadi prerogatif presiden. Kalau mau dilantik, lantik saja," katanya.

Opsi penjaringan calon Kaporli baru berhembus setelah Jokowi meminta Kompolnas menjaring ulang kandidat pengganti Budi Gunawan yang tengah tersandung kasus dugaan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi. Pekan lalu, Kompolnas menyorongkan sejumlah nama yang pernah diajukan sebelumnya. Opsi itu merujuk pada peluang Badrodin Haiti, Dwi Prijatno, dan Putut Eko Bayu Seno.

Anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman mengatakan partainya akan bersikap setelah Jokowi mengambil sikap atas polemik tersebut. Bagi Demokrat, kata dia, opsi yang dipilih Jokowi akan didukung sejauh tidak bertentangan dengan aturan yang ada. "Pelantikan itu prerogatif presiden. Jadi mari lihat saja apa yang menjadi sikap presiden," ujarnya.

Menurut anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dwi Ria Latifa, Jokowi mestinya bisa mengambil keputusan setelah mendapatkan masukan dari sejumlah lembaga seperti Tim Independen, Dewan Pertimbangan Presiden dan koalisi partai pendukung dan koalisi di luar pemerintahan. "Karena kami adalah partai pendukung, keputusan Jokowi tentu akan kami dukung," katanya.


Menurut Pak Nasir, dari partai PKS dan anggota DPR lainnya, bahwa pembatalan pelantikan pak Budi Gunawan tidak boleh dilakukan karena menyalahi aturan. Dimana alasan tersebut sangat-sangat tidak bertanggung jawab padahal posisi mereka sebagai DPR. Anggota DPR kan harus memberikan keamanaan kepada seluruh Pemerintah dan Rakyat Indonesia. Melantik pak Budi Gunawan, merupakan ancaman keamanan untuk Indonesia. Bagaimana tidak?? Dia seorang koruptor yang bisa dengan mudah meloloskan diri, dan kemungkinan setelah di lantik langsung melancarkan aksi nya untuk menghilangkan seluruh bukti-bukti nya. 

Pak Jokowi pun paham tentang ancaman tersebut, serta ingin membuat Indonesia jadi lebih baik dan maju, karena itu meskipun punya kemungkinan melanggar UU, Pak Jokowi tetap mengambil keputusan tersebut demi Indonesia.

Apapun keputusan pak Jokowi, pasti tetap terkena jebakan dari DPR.

Semangat Pak Jokowi...!!! Hidup Indonesia...!!!

Senin, 02 Februari 2015

Foto Jebakan buat KPK: Kata Feriyani Soal Foto 'Mesranya' dengan Samad 




TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad sudah menyangkal adanya foto-foto mesra yang mirip wajahnya dengan seorang perempuan di ranjang. Foto-foto ini sudah beredar di jaringan media sosial sejak Ahad, 1 Februari 2015.

Dia mengatakan tim forensik KPK juga sudah meneliti lebih jauh keabsahan foto-foto tersebut. Abraham menunjukkan hasil analisis foto dari tim forensik. Samad mengklaim dalam foto dengan pengusaha garmen asal Pontianak itu banyak kejanggalan.

Di antara kejanggalan tersebut adalah laki-laki yang foto dengan Feriyani itu lengannya terlihat kekar. "Ahli forensik kami sudah memberi telaah yang cukup. Badan laki-laki itu berbeda, laki-laki itu berotot, saya tidak," ujar Abraham.

Lantas apa kata Feriyani Lim? Feriyani, melalui pengacaranya Haris Septiansyah, mengatakan, pihaknya enggan mengomentari foto tersebut. "Kalau foto ya bisa tanya pakar telematika. Mereka bisa menelusurinya," kata Haris.

Adapun Feriyani melaporkan Samad terkait dengan urusan dugaan pemalsuan administrasi untuk pembuatan paspor. "Tadi malam ada seorang wanita, Feriyani Lim, melaporkan ke Bareskrim," kata juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto, Senin, 2 Februari 2015.

Pemalsuan dokumen itu, ujar Rikwanto, antara lain pembuatan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Peristiwa itu terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2007. "Namun baru dilaporkan sekarang," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu.


Menurut Pak Celetuk, foto tersebut serta laporan dan saksi nya juga terlihat seperti "Sinetron" yang di siapkan untuk menjebak KPK. Kasus tersebut kemungkinan ada hubungannya dengan kasus KPK Vs Polri yang saat ini sedang terkenal. waktu terjadinya kasus "Foto Mesra" bertepatan dengan kasus Pak Budi Gunawan, dimana foto tersebut di gunakan untuk menghentikan langkah KPK dan tidak berani menginjak area Polri. kenapa?? 

Kerena kemungkinan besar, apabila Pak Budi Gunawan berhasil di tahan karena kasus korupsi, akan banyak yang "terseret" oleh kasus yang sama di badan Polri tersebut. Kemungkinan memang sudah ada pembicaraan POLRI dengan Pak Budi Gunawan serta kesepakatan yang sudah rencanakan.

Pak Jokowi pun sedan berusaha untuk menghentikan pertikaian di badan KPK dan POLRI serta mengirim Pak Budi Gunawan menjadi Tahanan KPK. Hanya saja saat ini banyak sekali pihak yang menghalangi serta berusaha menjegal nya.

Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia...!!!

Kamis, 29 Januari 2015

Jokowi-Prabowo: 2 Momen Pecahkan Kebuntuan Politik




TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan Presiden Joko Widodo tak bisa bergerak bebas dalam 100 hari masa pemerintahannya. Jokowi terjebak dalam tarikan internal partai pengusung. "Aspirasi dia sebagai presiden berbeda dengan aspirasi pemimpin partai, jadi tarik menarik," kata Qodari saat dihubungi Tempo, Kamis, 29 Januari 2015

Langkah Presiden Jokowi untuk bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Istana, 29 Januari 2015, bisa mengurangi himpitan politik. Dan tidak hanya sekali, pertemuan Jokowi-Prabowo berhasil mengubah sedikit kebuntuan politik.

1. Pertemuan di Istana Bogor

Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor pada Kamis, 29 Januari 2015. Usai pertemuan, Prabowo menyatakan dukungannya bagi pemerintahan Jokowi-Kalla.

Ia menegaskan akan sepenuhnya mendukung lembaga eksekutif."Saya komitmen untuk dukung usaha bersama kita, beliau adalah eksekutif dan kami di luar eksekutif. Sama-sama ingin menjaga keutuhan bangsa, bertekad mengurangi kemiskinan dan menjaga kekayaan bangsa," kata Prabowo.

Hingga kini Presiden Jokowi masih menunda pelantikan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan--bekas ajudan Megawati Soekarnoputri--karena ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kasus ini juga memicu konflik Polri dengan KPK yang berkepanjangan.

Jokowi menghadapi masalah pelik karena partai-partai pengusungnya, terutama PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati terkesan berkukuh agar Budi dilantik. Dengan bertemu dengan Prabowo, Jokowi memiliki dukungan alternatif.

Ketua Partai NasDem, Akbar Faisal, tak memungkiri spekulasi seperti itu, yakni Jokowi sedang mencari dukungan sebelum memutuskan nasib calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. “Melihat situasi saat ini, bukan tak mungkin presiden sedang cari dukungan. Kami tak masalah,” ucapnya.

2. Pertemuan Saat Prabowo Ulang Tahun

Lama tak bertegur sapa setelah pemilihan presiden yang berlangsung panas, Presiden terpilih Joko Widodo mengucapkan selamat kepada Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto. Hari ini, Prabowo genap berusia 63 tahun. "Tadi sudah mengucapkan selamat ulang tahun," kata Jokowi setelah melakukan pertemuan tertutup dengan Prabowo, Jumat, 17 Oktober 2014.

Mendengar pernyataan Jokowi, Prabowo langsung menginterupsi. "Jangan sebut usianya berapa, ya," ujar Prabowo sambil tertawa.

Jokowi dan Prabowo melakukan pertemuan tertutup sejak pukul 10.05 WIB di rumah ayah Prabowo, Soemitro Djojohadikusumo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Prabowo dan Jokowi hanya bertemu sekitar 20 menit. Keduanya lalu memberi keterangan kepada wartawan ihwal apa saja yang didiskusikan pada pertemuan tertutup itu.

Pertemuan itu tak hanya mencairkan kebekuan politik saat itu, tapi juga menyegarkan perekonomian. Hari itu indeks harga saham gabungan langsung melonjak hampir 45 poin atau naik hampir 1 persen pada pukul 11.30 WIB di level 4.998 dibandingkan dengan penutupan Kamis di level 4.970.


Waahh.... Pak Celetuk pastinya merasa lega dengan berita dari Tempo di atas. 2 kubu yang biasanya bertolak belakang saat ini melakukan pertamuan untuk mengakrabkan diri serta kemungkinan juga membicarakan situasi Politik di Indonesia yang saat ini sedang kacau. Apabila memang Pak Prabowo mau bersatu dan membantu tanpa maksud yang "terselubung", jelas akan memberikan kekuatan pada Pemerintah Indonesia ini, mengingat Pak Prabowo berkoalisi dengan banyak pihak pastinya.

Semoga ke depannya, masalah Politik Indonesia bisa cepat selesai dan membaik, serta mendukung Pak Jokowi untuk melaksanakan tugas dan misinya. 

Semangat Pak Jokowi....!!! Hidup Indonesia..!!

Rabu, 28 Januari 2015

Diminta Mundur Tim Jokowi, Budi Gunawan Bereaksi





TEMPO.CO, Jakarta -Kuasa hukum calon Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Eggi Sudjana, menilai rekomendasi yang dikeluarkan Tim 9 ihwal pembatalan pelantikan kliennya tidak tepat. Menurut Eggi, rekomendasi tersebut mencederai hukum.


"Pencalonan Budi Gunawan telah dibahas dan disetujui DPR," kata Eggi kepada Tempo, Rabu, 28 Januari 2015. "Suka enggak suka, Kapolri tetap Budi Gunawan, hanya belum dilantik."


Menurut Eggi, Jokowi seharusnya tetap melantik Budi Gunawan meski berstatus tersangka kasus suap dan gratifikasi. Jika Budi tidak dilantik, kata dia, itu akan menjadi contoh buruk di Indonesia. "Hukum kalah oleh ketokohan," ucapnya.

Rekomendasi dari Tim 9, menurut Eggi, justru memperkeruh keadaan. Rekomendasi tersebut malah mengalahkan hukum. Padahal, dalam pidato, Jokowi mengatakan tidak boleh ada pihak yang berada di atas hukum. "Tanpa disadari, rekomendasi Tim 9 sudah di atas hukum. Kenapa di atas hukum? Itu pendapat mereka," ujar Eggi.


Sebelumnya, mantan Wakil Kepala Polri Komjen Purnawirawan Oegroseno mengatakan Tim 9 menawarkan opsi pengunduran diri Budi Gunawan sebagai Kapolri ke Presiden Jokowi. Calon pengganti Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu akan ditentukan Komisi Kepolisian Nasional.


Tim 9 sudah memberikan rekomendasi awal penyelesaian kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu, 28 Januari 2015. Anggota Tim 9, Imam Prasodjo, mengatakan ada dua rekomendasi, yakni meminta Jokowi tidak melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri dan melanjutkan kasus Bambang Widjojanto di Bareskrim Mabes Polri.


"Saya nanti pertimbangkan," ujar Imam menirukan tanggapan Jokowi saat Tim 9 menyampaikan rekomendasi, Rabu, 28 Januari 2015. Tim 9, kata Imam, menyampaikan kepada Jokowi bahwa akan ada dilema moral bila ada anggota KPK dan Polri yang berstatus tersangka namun tidak mundur.


Ketua Tim 9, Syafii Maarif, mengatakan pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri bukanlah inisiatif Jokowi. Setengah berbisik, Syafii mengatakan, "Kalau mau jujur, ya, pengajuan BG (Budi Gunawan) bukan inisiatif Jokowi."


Meski tahu, Syafii enggan menyebutkan nama orang yang menyorongkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. "Anda juga sudah tahu karena ini jadi rahasia umum," kata Syafii


Dengan posisi Pak Jokowi di Pemerintahan Indonesia saat ini, tidak memungkinakan untuk melakukan Pelantikan Pak Budi Gunawan. Meskipun hal tersebut dianggap mencederai hukum, tapi lebih baik cedera dari pada meruntuhkan segalanya kan??

Pihak-pihak yang mendesak Pak Budi Gunawan, memang terkesan sudah memiliki suatu "perjanjian" atau maksud-maksud yang terseblubung yang pastinya di tujukan untuk Pak Jokowi ini. Pembentukan Tim yang di buat Pak Jokowi ini, untuk meredam gejolak permasalahan antara 4 pihak (Budi Gunawan, PDIP, Polri, KPK), serta menganalisis untuk menemukan keputusan tepat yang harus di raih.

Sudah jelas PDIP yang mendesak Pak Jokowi untuk pemilihan Pak Budi Gunawan, dimana Pak Jokowi sendiri tidak setuju dan berusaha memblok karena banyak masalah yang di temukan. Sekarang, 75% di Pemerintahan Indonesia mendukung untuk pelantikan Pak Budi Gunawan, padahal tidak akan membuat  Indonesia jadi maju, tetapi akan menjadi berantakan karena "Persekongkolannya". Jelas mereka yang ingin Budi Gunawan di lantik, jelas bukan Anggota dewan yang bagus, dan kemungkinan Calon-calon koruptor, yang memang harus di berantas secepat mungkin..

Semangat Pak Jokowi....!! Hidup Indonesia..!!!

Selasa, 27 Januari 2015

100 Hari Jokowi, Diserang dari Empat Penjuru




TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto menilai Presiden Joko Widodo masih dibayangi keraguan dalam penegakan hukum. Dia mencontohkan, Jokowi tak tegas dalam mengambil keputusan setelah calon Kepala Polri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, jadi tersangka. "Akibatnya, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri bergesekan," kata Bibit, Senin, 26 Januari 2015.

Bibit menambahkan, Jokowi masih direpotkan oleh empat kekuatan yang ada di sekitarnya. Kekuatan itu adalah kelompok pendukung dan relawan, partai pendukung pemerintah, partai pendukung Prabowo, dan kekuatan pendukung Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Empat kekuatan ini yang perlu dikelola dengan baik oleh Jokowi agar bisa menegakkan hukum dengan tegas,” kata Bibit.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Effendi Simbolon mengakui komunikasi politik di internal partai pendukung Jokowi belum optimal. Namun, kata Effendi, seratus hari pertama belum bisa dijadikan dasar untuk mengukur kekurangan pemerintahan Jokowi.

Effendi mengatakan waktu seratus hari belum cukup bagi Jokowi untuk membangun pemerintahan yang efektif. Apalagi pemerintahan Jokowi diisi oleh orang-orang dari berbagai latar belakang dan baru dalam pemerintahan. “Berangkatnya pemerintahan ini memang dimulai dengan kapal yang antara nakhoda, navigator, dan kru yang tak saling kenal,” ujar Effendi.

Effendi membantah anggapan bahwa partainya menjadi faktor penghambat yang menghalangi kinerja pemerintah. PDIP, kata, dia justru menjadi partai pendukung yang mengawal kebijakan Jokowi. “PDIP akan jadi partai yang akan membentengi Jokowi di parlemen dari ancaman penggulingan,” ujar Jokowi. Karena itu, Effendi mengingatkan Jokowi agar terus menjaga komunikasi dengan partai pendukung.


Menurut Pak Celetuk, PDIP malah menjadi awal mula permasalahan dalam KPK dan POLRI saat ini. Bagaimana tidak?? Rekomendasi Pak Budi Gunawan yang merupakan Eks Ajudan Bu Megawati  memang muncul dari kubu PDIP. Dengan bukti-bukti dari KPK bahwa Pak Budi adalah Koruptor, Pihak PDIP malah mendesak untuk pelantikan.. Ada apa dengan PDIP?? 

DPR pun juga memberikan  kesan yang sama, mendorong untuk pelantikan, padahal dengan meminta persetujuan dari DPR untuk menimbang dengan sisi bukti dari KPK, serta penangguhan pelantikan Pak Budi Gunawan. Ternyata, mereka malah mendesak juga pelatikan Pak Budi Gunawan, dengan suatu maksud tersembunyi. Kemungkinan memang ada "Deal" antara PDIP dan DPR untuk menyudutkan Pak Jokowi, sehingga "Maju kena, mundur kena". Dilantik pun, Pak Jokowi salah karena mendukung korupsi, tidak di lantik pun tetap salah karena melanggar UU. Dampak nya?? bisa jadi penggulingan kedudukan Pak Jokowi.

Semoga saja banyak pihak yang terbuka serta mendukung Pak Jokowi, dan masalah nya cepat berlalu. Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia..!!

Senin, 26 Januari 2015

Johan Budi KPK Bicara Soal Serangan dan Dendam




TEMPO.CO, Jakarta -JAKARTA - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi SP mengatakan penegakan hukum bukan soal ancaman dan serangan antar lembaga hukum. Penegakan hukum bukan juga soal dendam antar lembaga hukum. Secara lembaga, menurut Johan, KPK berhubungan baik dengan Kepolisian.

"Jadi jangan kami dipancing untuk menyerang balik karena menurut saya secara institusi tidak ada serang-serangan antar lembaga penegak hukum," kata Johan dalam konferensi pers di kantornya, Senin malam, 26 Januari 2015.

Kisruh KPK dengan Kepolisian bermula ketika Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dijadikan tersangka oleh polisi terkait kasus yang terjadi pada 2010. Sebelumnya, KPK menetapkan calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap.

Bukan hanya Bambang yang disasar. Ketua KPK Abraham Samad dituding oleh politikus PDI Perjuangan Hasto Kristyanto sebagai orang yang mengincar calon wakil presiden pendamping Joko Widodo pada pemilu lalu, dan menjanjikan PDIP atas keringanan hukuman terpidana korupsi yang juga politikus PDIP, Emir Moeis.
 

Setelah serangan ke Bambang dan Abraham, dua pimpinan KPK lain, yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain juga dilaporkan ke Markas Besar Kepolisian. "Saya tak tahu ini kebetulan atau disengaja. Semua pimpinan KPK dilaporkan ke polisi, maka sempurna lah pelaporan ini," kata Johan.

Johan menilai sekarang tergantung Polri apakah seluruh laporan yang menyeret nama pimpinan KPK akan cepat ditindaklanjuti sehingga menjadikan pimpinan KPK sebagai tersangka. "Jadi nantinya menyusul pemberhentian satu demi satu pimpinan KPK," ujar dia.

Bambang Widjojanto kemarin sudah mengajukan surat pemberhentian sementara karena berstatus tersangka kepada pimpinan KPK. Tapi pimpinan KPK yang lain menolak surat pengunduran diri Bambang sebagai Wakil Ketua Komisi.
 

"Semua pimpinan menolak. Kami masih menunggu bagaimana sikap Presiden Jokowi, apakah akan mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara atau tidak," ujar Johan .


Wahh.. wahh.. wahh.. Kalau begini terus menerus jelas akan merontokkan taring KPK. Mungkin ada baiknya kalau saat ini Pak Jokowi dan Tim nya harus lebih tegas dengan keputusan dan solusi untuk masalah-masalah tersebut. Dimana kalau misal terus menerus terjadi dan belum ada solusi nya, jelas akan memberikan efek besar ke Pemerintahan Indonesia dan juga memberikan anggapan kepada Rakyat Indonesia, bahwa pemerintah mudah sekali di goyahkan. Efek nya?? Kepercayaan kepada Pemerintah akan luntur, bahkan hilang.

Semangat Pak Jokowi...!!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 25 Januari 2015

Jokowi Bikin Tim, Ada 7 Keanehan Kasus Bambang KPK



TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo membentuk tim independen guna mencari solusi kisruh yang sedang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian. "Kami diminta memberikan masukan terkait dengan masalah dan hubungan antara KPK dan Polri, termasuk juga personel Polri dan KPK yang menghadapi proses hukum. Kami diundang atas pribadi," ujar salah satu anggota tim, Jimly Asshidique, di Istana Merdeka, Ahad malam, 25 Januari 2015.

Tim ini beranggotakan tujuh orang, yakni Ketua Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu Jimly Asshidique; mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Oegroseno; pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar; pengamat hukum internasional, Hikmahanto Juwana; mantan Ketua KPK Erri Riyana; mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan; dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, yang malam itu tak hadir.

Tidak disebutkan apakah tim akan mengkaji secara mendalam kasus menyuruh saksi memberikan keterangan palsu yang dituduhkan kepada Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Yang jelas, sejumlah kalangan menilai kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada 2010 itu sarat akan kejanggalan.

Di antaranya berikut ini:

1. Dua Versi Tanggal Laporan Pengaduan
Pihak kepolisian menyebutkan pelapor kasus itu atas nama anggota DPR dari PDI Perjuangan yang juga calon Bupati Kotawaringin Barat yang kalah di MK, Sugianto Sabran, dibuat pada 15 Januari 2015. Saat ke kantor Bareskrim, Jumat, 23 Januari 2015, Sugianto menunjukkan surat laporannya diteken pada 19 Januari 2015.

2. Cepatnya Proses Penyidikan
Penyidik kepolisian hanya butuh waktu tak sampai sepekan untuk meningkatkan kasus itu ke penyidikan, 22 Januari lalu. Padahal saksi kunci kasus itu, Ratna Mutiara, yang dituduh memberi keterangan palsu, tak pernah diperiksa.

3. Kejaksaan Belum Terima SPDP
Kejaksaan Agung belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus itu. Padahal Pasal 109 ayat (1) KUHAP mewajibkan soal SPDP ini.

4. Penangkapan Janggal
Pasal 18 KUHAP menyebutkan penangkapan dilakukan dengan memperlihatkan surat yang mencantumkan, misalnya, uraian singkat perkara kejahatan, termasuk tempat pemeriksaan sebelumnya. Bambang sebelumnya tak pernah diperiksa.

5. Tuduhan Tidak Jelas
Pasal yang disangkakan kepada Bambang adalah Pasal 242 KUHP tanpa ayat dan Pasal 55, juga tanpa ayat. Kepada Tempo, sejumlah ahli hukum mengatakan pelaku pidana kesaksian palsu bertanggung jawab penuh atas perbuatannya sendiri. Pasal 174 KUHAP juga menyebutkan hanya hakim yang bisa menilai tindak pidana pemberian keterangan palsu.

6. Saksi Kunci Membantah
Kepada Tempo, Ratna Mutiara, satu-satunya saksi dari 68 saksi di MK terkait dengan kasus tersebut yang dihukum 5 bulan atas kasus keterangan palsu, membantah memberikan keterangan palsu atas arahan Bambang. Dia juga tak pernah bertemu dengan Bambang di luar sidang.

7. Konflik Kepentingan
Kasus Bambang ditangani Direktorat Pidana Umum di bawah pimpinan Herry Prastowo, saksi kasus Budi Gunawan yang ditangani KPK. Dalam pemanggilan pekan lalu, Herry mangkir. Menurut laporan majalah Tempo edisi 19 Januari 2015, Herry tercatat sebagai salah satu pihak yang pernah menyetor duit ke rekening Budi.


 POLRI.. Memang seperti yang kita tahu, Cara kerja Polri memang seperti itu. Dengan menangkap Pak Bambang dari KPKdan menangkap untuk memberikan Intimidasi pada Pak Bambang sekaligus pihak KPK, tentang kasus Pak Budi ini sangat berhubungan erat dengan POLRI dan memberikan Efek besar dengan terungkapnya kasus tersebut dan penangkapannya. 

Hal tersebut sangat mengganggu kinerja Pemerintahan, dimana Pak Jokowi pun akhirnya membentuk Tim untuk menyelidiki kasus Pak Bambang KPK, dan kemungkinan Pak Budi juga. Kejanggalan kasus ini begitu aneh, serta bertolak belakang dengan bukti-bukti nya.

Semoga kasus tersebut bisa selesai dengan baik, dan Pak Jokowi tegas dalam mengambil keputusan. Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia..!!

Sabtu, 24 Januari 2015

Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain 

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto merasa kasus penangkapannya tidak berdiri sendiri. Bambang menilai kasus ini berhubungan dengan penetapan calon Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka.

"Kalau melihat pengetahuan dan pengalaman saya dalam menangani kasus, ini pasti tak berdiri sendiri," katanya di rumahnya di Depok, Jawa Barat, Sabtu, 24 Januari 2015. Ia juga mengatakan, manuver yang terjadi sekarang bukan lagi melemahkan, tapi menghancurkan KPK.

Kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Bambang mengatakan pelapor kasus tersebut, Sugianto Sabran, merupakan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sugianto melaporkan Bambang pada 19 Januari atau enam hari setelah KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Sesuai catatan Tempo, setidaknya ada tiga indikasi keterlibatan PDIP Megawati dalam kisruh KPK-Polri kali ini:

1. Politikus PDIP sebagai Pelapor

Sugianto Sabran, nama pelapor Bambang Widjojanto, tercatat pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokasi Indonesia Perjuangan periode 2009-2014. Anggota Komisi Hukum DPR itu menyelesaikan pendidikan hingga SMEA di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Pengusaha kelahiran Sampit 5 Juli 1973 tercatat pernah menikah dengan artis Ussy Sulistiawaty pada 12 Agustus 2005 sampai bercerai setahun kemudian.


2. Serangan Politikus PDIP ke Samad

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya menyerang Ketua KPK Abraham Samad. Ia mengungkapkan enam pertemuan politis yang pernah dilakukan Abraham Samad dengan PDIP.

"Semua atas inisiatif dua orang dekat Abraham Samad," kata Hasto pada Kamis, 22 Januari 2015. Ia mengatakan, pertemuan tersebut terkait dengan keinginan Abraham disandingkan dengan Joko Widodo sebagai calon wakil presiden. Hasto juga mendesak KPK membentuk komite etik untuk menelusuri masalah ini.


3. Kengototan PDIP Mencalonkan Budi Gunawan

Koalisi pendukung Jokowi tetap menyokong pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri diproses di DPR. Menurut Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso, kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan di rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa malam, 13 Januari 2015.

Megawati dalam pertemuan itu, kata Sutiyoso, sempat mempertanyakan alasan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap. Budi adalah bekas ajudan Presiden Megawati. “Kami tak bisa menjawab pertanyaan ada apa di balik semua ini,” kata bekas Gubernur DKI Jakarta ini.


Setelah pencalonan Budi Gunawan lolos di DPR, Presiden Jokowi menunda pelantikannya sebagai Kepala Polri. Tapi pengaruh Budi masih besar di kepolisian.



Pak Celetuk rasa memang sangat berhubungan erat, masalah Pak Budi Gunawan dengan  PDI P. Dimana PDIP sudah memliki perjanjian dengan Pak Budi, dimana Pak Jokowi pun tidak paham dengan perjanjian tersebut. Dari segi manapun, seharusnya untuk solusi masalah ini harus di telusuri dari pihak PDIP dulu, dan di pahami duduk permasalahan nya dengan Pak Budi Gunawan. 

Posisi Pak Jokowi sangat "Terjepit" dengan masalah tersebut. Dimana PDIP adalah Partainya, Pak Budi Gunawan adalah Koruptor yang di ajukan Oleh PDIP, KPK adalah badan anti korupsi yang dipercaya Pak Jokowi, dan POLRI sebagai badan hukum. Jelas sebagai Presiden, Pak Jokowi tidak ingin mengorbankan salah satu dari badan tersebut. Tetapi menurut Pak Celetuk, apabila memang tidak bisa di selamatkan, memang harus memilih "salah satu". Karena, apabila terus di pertahankan pasti akan merusak keseluruhan sistem nya, dan membuat Rakyat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.

Semangat Pak Jokowi..!!! Hidup Indonesia..!!

Rabu, 21 Januari 2015

Rombak Pejabat Polri, Jokowi Bersihkan Orang SBY?




TEMPO.CO , Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan membantah adanya isu bahwa Presiden Joko Widodo bersih-bersih dengan cara melakukan perombakan pejabat, khususnya Kepala Kopolisian.

Menurut Luhut, Jokowi tak pernah memikirkan untuk "membuang" orang-orang dari rezim sebelum bekas Walikota Surakarta itu. "Jokowi itu sudah pusing mikirin ekonomi," kata Luhut di kantornya di Kompleks Istana pada Rabu 21 Januari 2014. "Ngapain buang waktu mikirin yang begitu."

Luhut juga membantah adanya spekulasi dipercepatnya pergantian mantan Kapolri Jenderal Sutarman lantaran molornya kasus Obor Rakyat. Tabloid tersebut pernah menyerang Jokowi secara personal dengan menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta saat pemilihan presiden 2014. "Jangan berandai-andai. Jokowi kini hanya fokus bertugas sebagai presiden," kata Luhut.

Pada laman Facebooknya, Presiden keenam SBY turut mengomentari kisruh pergantian Kapolri. SBY mendengar sejumlah isu atau provokasi yang bisa memecah belah bangsa. "Termasuk antara Presiden Jokowi dengan saya," kata SBY.

Menurut SBY ada isu bahwa yang tengah dilakukan sekarang ini adalah pembersihan "orang-orang SBY", baik di jajaran TNI, Polri maupun aparatur Pemerintahan.

Ada pula pengamat, kata SBY, yang mengatakan kemelut di tubuh Polri tidak terlepas dari perseteruan antara Ibu Megawati dengan SBY. Jenderal Sutarman dipersepsikan sebagai orangnya SBY, sedang Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai orangn Megawati.

SBY mengatakan Budi Gunawan dinilai dekat dengan Ibu Megawati karena mantan ajudannya," maka Sutarman adalah mantan ajudan Gus Dur. Bukan mantan ajudan saya," kata SBY.

Di era SBY, perjalanan karier Komjen Polisi Budi Gunawan juga dinilai relatif baik dan lancar. Di masa SBY, Budi Gunawan mengalami tiga kali promosi jabatan, serta kenaikan pangkat dari Brigjen ke Irjen, dan kemudian ke Komjen.

SBY yakin Jokowi tak akan berpikiran dan kehendak untuk melakukan pembersihan semacam itu. Kalau hal itu terjadi, "bagaimana pula nanti jika Presiden baru pengganti Pak Jokowi juga melakukan "pembersihan" yang sama."


Isu, bahwa Presiden Jokowi " bersih-bersih " sudah sampai ke semua telinga Rakyat Indonesia, dimana Isu tersebut banyak menunjukan bukti aktifitas tersebut. Banyak sekali koruptor ditangkap, Dari DPR, DPRD, Kepolisian, dll. Pak Jokowi memang memikirkan Ekonomi negara Indonesia, tetapi dengan banyak nya sarang koruptor, jelas akan memberikan kehancuran Ekonomi Indonesia.

Jadi, ada baik nya untuk Fokus ke Pekerjaanya, harus membersihkan yang mengganggu, karena akan kesulitan dan tidak fokus dalam menjalankan Sistem-sistemnya. Tetapi yang jadi Inti permasalahan disini Pak Jokowi yang kesannya di tikam dari punggung oleh PDIP sendiri. Terkesan musuh dalam selimut. Harus bagaimana untuk "meluruskan" masalah ini?? Dimana Pak Jokowi sendiri kesusahan karena posisinya.

Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia..!! 

Selasa, 20 Januari 2015

QZ8501: Naik Cepat, Jatuh, dan Ucapan Allahu Akbar






TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkap detik-detik terakhir pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak pada Ahad 28 Desember lalu. Sesuai data radar, kata dia, pesawat naik cepat sekitar 6.000 kaki per menit.

"Jarang sekali pesawat komersial naik secepat itu. Biasanya naik 1.000 sampai 2.000 kaki per menit. Cara itu hanya bisa dilakukan pesawat jet tempur," ujar Jonan seperti ditulis oleh The Telegraph dengan mengutip AFP. Menteri Jonan menjelaskan hal itu saat rapat di Komisi Perhubungan di DPR, Selasa, 20 Januari 2015.

Menurut Jonan, QZ8501 naik dari ketinggian 32.000 kaki ke 33.700 kaki hanya dalam waktu sekitar 15 detik. "Pada titik tersebut pesawat naik 6.000 kaki per menit," kata Jonan seperti dikutip oleh CNN Indonesia.

Detik-detik berikutnya, pesawat semakin melesat naik dengan kecepatan mencapai 11.100 kaki per menit. "Tiga belas detik setelahnya pesawat berada di ketinggian 36.700 kaki dan enam detik kemudian turun sebanyak 1.500 kaki," ujar Jonan.

Masih menurut CNN Indonesia , Jonan mengatakan, setelah itu pesawat turun 7.900 kaki, lalu menyentuh ketinggian 24.000 kaki dan akhirnya tak bisa terdeteksi lagi. "Jadi pesawat pada menit-menit terakhir naik dengan kecepatan di atas batas normal. Setelah itu setop. Itu data radar," ujarnya.

Kemungkinan pesawat QZ8501 kehilangan tenaga lalu jatuh atau stall itu sebelumnya sudah diprediksi oleh ahli penerbangan. Jose Silva, ahli penerbangan di Melbourne, Australia, misalnya, menampik anggapan bahwa kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 disebabkan pembekuan mesin.

"Pesawat komersial modern sudah melalui uji antibeku untuk menghindari pembekuan mesin," kata Silva seperti dilansir dari The Sydney Morning Herald, Senin, 5 Januari 2014.

Situasi terakhir di dalam pesawat QZ8501 hingga sekarang masih diselidiki oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Tapi investigator KNKT, Nurcahyo Utomo, membantah bahwa pilot pesawat AirAsia QZ8501 berteriak "Allahu Akbar" sebelum jatuh, seperti banyak diberitakan belakangan ini.

"Itu bukan dari QZ8501," kata Nurcahyo melalui pesan pendek, Selasa, 20 Januari 2015. Teriakan "Allahu Akbar", menurut Nurcahyo, berasal dari rekaman pesawat lain yang jatuh di Indonesia. "Itu yang dulu-dulu, biasanya begitu," ujar dia.

Nurcahyo enggan menimbulkan spekulasi apa yang dikatakan pilot AirAsia QZ8501 sebelum jatuh. "Transkrip rekaman tak boleh dipublikasikan menurut undang-undang," katanya.

Saat ini KNKT masih memproses Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR) yang biasanya disebut kotak hitam. CVR AirAsia QZ8501 diangkut ke markas KNKT sejak 13 Januari 2015, menyusul FDR yang dibawa ke KNKT sehari sebelumnya.


Wahh.. Berita yang di dapat dari data Black Box Air Asia QZ 8501 ini begitu mencengangkan. Bagaimana tidak, data tersebut begitu konyol dan aneh sekali. Masyarakat memandang hasil tersebut seperti rekayasa saja. Sampai dimana kebenaran berita tersebut?? Ataukah Indonesia yang masih belum mampu membaca data dari Black box dengan baik??

Tetang Kata "Allahu-Akbar", Bagaimana suara tersebut bisa jadi berita Isi dari Black box tersebut, kalau dari pesawat lain yang jatuh? Apakah Kata tersebut muncul karena berita tersebut  telah " dibumbui" oleh orang lain??

Hidup Indonesia...!!!

Senin, 19 Januari 2015

Ribut Kapolri, Koalisi Prabowo Mau Jatuhkan Jokowi?




TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, menilai Presiden Joko Widodo melecehkan DPR. Musababnya, kata Desmond, Jokowi tak segera mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI meski sudah memberhentikan Jenderal Sutarman. Jokowi justru melantik Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri.

"Harusnya, Jokowi kirim surat ke DPR, memberitahukan pengangkatan Pelaksana Tugas Kapolri," kata Desmond saat dihubungi pada Ahad, 18 Januari 2015. "Langkah ini melanggar Undang-Undang Kepolisian."

Tentang ditundanya pengangkatan Budi Gunawan, Desmond menilai Jokowi terkesan main-main. "Dua kali Jokowi melecehkan DPR," ujar Desmond.

Pertama, tutur Desmond, Jokowi berkukuh mengajukan calon tunggal Kapolri, Budi Gunawan, meski bekas ajudan Megawati itu terkait dengan kasus transaksi mencurigakan. "Kalau Jokowi peka, harusnya sedari awal dia menarik surat pengajuan itu, lalu mengajukan calon lain."

Kedua, saat melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri, Jokowi justru menunda dan menunjuk Plt Kapolri. "Jokowi malah mengacaukan undang-undang," katanya.

Senin besok (hari ini, 19 Januari 2015), ujar dia, rencananya Komisi Hukum akan merapatkan kondisi tersebut. DPR, tutur dia, akan mengajukan hak bertanya kepada pemerintah. "Bisa juga nantinya kami akan gunakan hak interpelasi."

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memutuskan menunda pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Jokowi lalu menunjuk Wakil Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Penunjukan Badrodin ini seiring dengan keputusan Jokowi memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri.

Akankah manuver DPR itu akan berujung pada upaya menjatuhkan atau pemakzulan Jokowi?

Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, menyatakan proses untuk memakzulkan seorang presiden sangat panjang. "Tak bisa langsung, harus menggunakan hak bertanya dulu, terus interpelasi, kemudian hak angket, masih panjang. Kami masih melihat perkembangan," ujar anggota Komisi Hukum ini.

Namun ia memang mempertanyakan keputusan Joko Widodo menunda pelantikan Budi Gunawan. "Bila memang belum mau melantik, kenapa memberhentikan Sutarman? Padahal pensiunnya masih lama. Banyak yang harus dijelaskan Presiden kepada publik," ujarnya.


Memang ini kesempatan langka bagi Koalisi Prabowo untuk memulai serangkaian aksi nya untuk menyerang Pak Jokowi,  dimana posisi Pak Jokowi pun masih kesulitan dengan "2 lubang" ini. Pak Jokowi pun saat ini kesulitan dengan tingkah DPR saat ini, dimana kekuasaan DPR masih di kuasai kubu yang bertentangan dengan Pak Jokowi serta program dan sistem yang hendak di ciptakannya.

Jelasnya Pak Jokowi di sini sebagai presiden jelas tidak akan main-main, dimana dia ingin membuat maju Negara Indonesia, tetapi saat ini masih banyak yang belum mendukung, serta menghalangi kinerja posisi nya.

Dengan rencana Pemakzulan yang kemungkinan di pikirkan oleh DPR, apakah mereka punya calon lain?? Yang lebih baik dari Pak Jokowi?? Prabowo maksudnya??

Semangat Pak Jokowi..!!! Hidup Indonesia..!!

Minggu, 18 Januari 2015

Ahok Bongkar Dana Siluman, Fitra: Itu 'Bisikan' 




TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Uchok Sky Khadafi mensinyalir adanya "bisikan" dari oknum-oknum tertentu terkait dengan pengajuan anggaran siluman oleh DPRD DKI Jakarta. "Bisikan itu biasanya dari pengusaha ataupun tim sukses anggota dewan saat pemilu agar mendapatkan proyek tertentu," kata Uchok.

Seperti diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuding Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mengutak-atik Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2015. Caranya, Dewan mengusulkan ribuan kegiatan atau pokok pikiran buah dari kegiatan reses. Ahok menaksir total anggaran siluman ini mencapai Rp 8,8 triliun.
Karena itu, Uchok menganjurkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengajukan pokok pikiran berdasarkan riset terkait dengan anggaran yang diminta. "Kalau anggota Dewan melakukan riset sebelum mengajukan pokir, Ahok enggak bisa menuding bahwa pokir itu fiktif," kata Uchok ketika dihubungi Tempo, Ahad, 18 Januari 2015.
Menurut Uchok, semua anggota parlemen berhak mengajukan pokir dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Namun pokir yang diajukan oleh anggota Dewan sering dianggap fiktif dan bermasalah karena tidak berdasarkan riset.

Pokir, kata Uchok, berasal dari aspirasi atau kebutuhan masyarakat yang diwakili oleh anggota parlemen. Pada masa reses, anggota Dewan, Uchok menjelaskan, akan turun ke daerah konstituennya untuk menjaring aspirasi rakyat dan menyampaikan hasilnya dalam rapat komisi di DPRD ketika membahas RAPBD.


Tidak berubah DPR dan DPRD indonesia ini, yang selalu menghambur-hamburkan uang untuk proyek-proyek konyol dan menjadi ladang "Korupsi" pada anggota dewan. Beginilah kesulitan Pak Jokowi dan Pak Ahok, dimana harus membuat perubahan untuk negara Indonesia menjadi lebih baik selalu.

Pak Ahok, dengan ketegasan serta piawai dalam me Manage sebagai Gubernur telah membuahkan hasil yang dulu sering tidak terlihat. Pada pemerintahan yang kemarin, proyek-proyek fiktif seperti ini pasti langsung saja disetujui dan berjalan tanpa analisa lebih lanjut. Jelas dengan tidak adanya ketegasan dari Pemerintah atas, malah memberikan ijin untuk "Korupsi" para Menteri, Dewan, dll.

Seharusnya, dewan-dewan yang memajukan RAPBD fiktif, dan Mark-up harga tersebut, bisa di analisa lebih lanjut serta di Interogasi untuk kepentingan penyelidikan, dan kasus calon koruptor. Pemerintah harus bisa tegas untuk menangani lebih lanjut para dewan-dewan "nakal" yang mau memulai sepak terjangnya dalam korupsi, meskipun belum ada bukti konkrit. Dengan begitu, indonesia bisa lebih maju.

Semangat Pak Ahok...!! Hidup Indonesia..!!!

Sabtu, 17 Januari 2015

Pencopotan Suhardi itu Perintah Terakhir Sutarman




TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Komisaris Jenderal Suhardi Alius akhirnya buka mulut soal alasan mutasi dirinya ke Lembaga Ketahanan Nasional.

Titipkan kisah, Suhardi meminta Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Ronnie Sompie mengklarifikasi seluruh isu yang beredar tentang upaya pembersihan di lingkungan Polri.

“Sutarman menghubungi Suhardi satu hari sebelum pemberhentiannya sebagai Kapolri,” kata Ronnie saat dihubungi, Ahad, 18 Januari 2015.

Dalam pertemuan tersebut, Sutarman menyatakan Suhardi akan digantikan oleh Kepala Sekolah dan Staf Pimpinan Irjen Budi Waseso. Sutarman juga meminta Suhardi untuk mempersiapkan seluruh proses pergantian jabatan sehingga tugas Bareskrim Polri dapat berjalan lancar.

Perintah Sutarman tersebut langsung ditanggapi Suhardi keesokan paginya, 16 Januari 2015. Ia mengumpulkan seluruh petinggi dan anggota Bareskrim di kantornya.

Dalam kesempatan tersebut, Suhardi sudah menyampaikan informasi ihwal dirinya yang akan digantikan oleh Budi Waseso. Suhardi juga menyempatkan diri untuk berpamitan dan mengambil seluruh dokumen serta barang pribadi dari Kantor Bareskrim.

“Jadi, tak ada itu pembersihan dan pencopotan,” ujar Ronnie.

Ronnie juga membantah adanya pengkubuan antara orang-orang kepercayaan Sutarman dengan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan. Ia menilai seluruh anggota polisi sama. Promosi dan mutasi semata-mata untuk kepentingan organisasi dan regenerasi.

Sebelumnya ramai diberitakan, mutasi terhadap Suhardi sebagai efek dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus rekening mencurigakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Suhardi dituding sebagai pengkhianat dengan dugaan sebagai pembocor data baru soal laporan keuangan Budi Gunawan, mantan ajudan Megawati Soekarnoputri tersebut. Suhardi dikenal sebagai sosok yang dekat dengan KPK dan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan.

Budi Waseso sendiri, meski belum dilantik, sudah mengumbar janji dan ancaman akan melakukan pembersihan di internal Polri dari pengkhianat. Ia juga berjanji akan berjuang hingga tetes darah penghabisan untuk menjaga wibaba kepolisian


Apakah yakin alasan yang ada di atas tepat?? Kalau memang alasan Pencopotan Pak Suhardi karena mutasi, dan bukan karena masalah dengan Pak Budi Gunawan itu akan jadi lebih baik. Karena menurut pengamat politik Profesional, kemungkinan nya di mutasi karena adanya persengkongkolan dengan pihak KPK serta ingin mengungkapkan jejak korupsi Pak Budi Gunawan.

Dimana Pak Budi sendiri melakukan persengkongkolan dengan PDIP untuk jabatan tersebut, dengan suatu perjanjian yang telah di sepakati keduabelah pihak. Bagaimana Pak Jokowi menyikapi kondisi-kondisi seperti ini??

Pemerintah Indonesia dan Pak Jokowi seharusnya lebih transparan, agar memberikan kepercayaan pada masyarakat.

Semangat Pak Jokowi..!! Hidup Indonesia..!!

Kamis, 15 Januari 2015

PDIP Ngotot Budi Gunawan Dilantik, Jokowi Repot




TEMPO.CO, Jakarta -Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kemarin menyatakan sikap politik setelah DPR menyetujui secara aklamasi pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI.

"Sudah tak mungkin mundur lagi. Tinggal pelantikan saja. Waktunya terserah Presiden Jokowi," kata Hasto di rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Januari.

Saat itu sejumlah pemimpin partai koalisi pendukung Presiden Joko Widodo juga berkunjung ke rumah Megawati. Kunjungan diawali oleh Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, disusul Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan terakhir Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

Menurut Hasto, pertemuan petinggi partai itu bertujuan mengambil sikap tegas dalam mendukung Kapolri terpilih.

Lain lagi situasi di Istana Presiden pada Kamis malam. Tak ada pernyataan sikap dari Presiden Joko Widodo kendati Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan Presiden kemungkinan akan mengumumkan opsi Presiden soal Budi Gunawan pada malam itu.

Andi mengatakan Jokowi melakukan tiga pertemuan sepanjang hari itu untuk membahas status hukum Budi Gunawan. Namun Andi enggan menjelaskan dengan siapa saja Presiden bertemu. Yang jelas, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga makan malam bersama di Istana Negara sekaligus membahas soal Kepala Kepolisian RI itu.

"Kalau semua langkah sudah cukup untuk mengambil keputusan, bisa saja opsi yang terkait dengan proses hukum (Budi Gunawan) ini diambil nanti malam," ujar Andi, Kamis sore ( 15 Januari).

Ketua Umum NasDem Surya Paloh juga mengaku makan siang bersama Jokowi di Istana pada hari yang sama . Namun ia enggan menyebutkan apa isi pembicaraan antara dirinya dan Jokowi ihwal pelantikan Budi Gunawan.

Ditanya apakah pelantikan Budi Gunawan berlangsung sore ini atau Jumat besok, Surya mengatakan: "Nanti malam akan ada progres yang disampaikan ke masyarakat.”

Tapi untuk kesekian kalinya, Presiden Jokowi terlihat repot, tapi kemudian menunda keputusan. Tak ada pernyataan Jokowi malam itu. Pada hari-hari sebelumnya, Selasa dan Rabu (14 Januari), ketika kalangan aktivis antikorupsi meminta agar Presiden menarik pencalonan Budi Gunawan, ia juga sempat menunda pernyataan.


Pak Jokowi..!! Anda harus tegas untuk menolak himbauan pelantikan dari pihak PDIP. Daat ini Anda kan sudah menjabat jadi Presiden, sudah harus bisa menentukan kenyataan bahwa tindakan partai anda "Salah atau Benar". Dalam kasus kali ini, PDIP jelas salah dalam mengambil keputusan, dan publik tidak tahu, perjanjian apa yang sudah di "Deal" oleh Bu Megawati dengan Pak Budi Gunawan. Karena kengototan dan kegigihan PDIP untuk memajukan Pak Budi padahal jelas - jelas salah, dan Koruptor. Apalagi yang perlu ditunggu?? 

Kami, masyarakat Indonesia paham dengan kesulitan Pak Jokowi, tetapi saat ini adalah posisi kritis yang harus untuk diuji untuk mengambil keputusan. Dimana keputusan trsebut akan memberikan dampak besar untuk kehidupan Pemerintah dan Negara Indonesia.

Semangat Pak Jokowi..!! Hidup Indonesia..!!

Rabu, 14 Januari 2015

Gara-gara Jenderal Berduit, 2 Kali KPK Digeruduk Polisi





TEMPO.CO, Jakarta - Hanya beberapa jam setelah Inspektur Jenderal Djoko Susilo selesai diperiksa KPK, anggota polisi mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Aparat kepolisian berpakaian preman dan berseragam Provost tiba di gedung KPK pada 5 Oktober 2012, sekitar pukul 22.00 WIB.

Sekitar 50 polisi berniat menangkap Novel Baswedan, penyidik KPK. Novel adalah penyidik dari kepolisian yang bertugas di KPK, dan memeriksa Djoko Susilo. "Penyerbu" menyebar di sekitar gedung KPK. Ada yang berjaga di pintu masuk dan menyebar di dalam gedung. Terungkap identitas para "penyerbu".

Menurut Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Polisi Suhardi Alius, puluhan anggota polisi itu berasal dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya yang akan menangkap Novel atas dasar kasus penganiayaan terhadap enam orang di Bengkulu.

Sutarman yang saat itu menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal sempat mengeluarkan pernyataan keras mendukung para penyerbu. Waktu itu, Sutarman memastikan penangkapan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisaris Novel Baswedan, akan terus dilakukan. “Dalam hukum, tak ada istilah pasang badan,” kata Sutarman. Dia bahkan mengancam, polisi bisa saja melakukan upaya paksa untuk membekuk Novel.

Aksi polisi itu langsung mengundang simpati banyak kalangan. Puluhan sampai ratusan simpatisan dari penggiat anti korupsi dan awak media berdatangan ke gedung KPK. Mereka membentangkan spanduk dan berorasi menuntut polisi membubarkan diri.

Kini penyerbuan kembali terjadi. Setelah KPK menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi, puluhan polisi kembali mendatangi gedung KPK. Sebanyak 30 anggota Sabhara Polda Metro dan 30 anggota Intel disiagakan di sekitar gedung KPK.

Markas Kepolisian Republik Indonesia membenarkan pengerahan puluhan anggota kepolisian pada Rabu dinihari, 14 Januari 2014. "Anggota Polda Metro Jaya, intruksinya dari Polda dan sudah koordinasi dengan KPK," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto.

Menurut Rikwanto, pengerahan anggota ke gendung KPK ini merupakan inisiatif Polda Metro Jaya, untuk melakukan antisipasi segala bentuk tindakan yang kemungkinan akan terjadi, setelah KPK menetapakan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. "Takutnya ada reaksi dari masyarakat atau kelompok tertentu untuk berbuat tindakan apa saja yang kemungkinan terjadi. Jadi, antisipasi saja," kata dia.


Dengan di tetapkan nya tersangka korupsi Budi Gunawan, memang mengingatkan pada kasus Djoko Susilo. Dimana KPK dihadang dan di ancam oleh Kepolisian dengan memasang Kasus Novel Baswedan. Yaa... seperti yang kita tahu, cara kerja kepolisian memang seperti itu.

Dengan adanya kasus Budi Gunawan yang sudah di tetapkan jadi tersangka, jelas memberikan suatu efek pada Kepolisian Indonesia, dimana Polda metrojaya juga menyiagakan 30 Anggota nya untuk berjaga di KPK. Dengan alasan bahwa, kemungkinan warga / anggota tertentu yang akan melakukan kerusuhan. 

"Hanya alasan saja", pikir Pak Celetuk..!! Tidak ada warga "Normal" yang akan menyerbu KPK dan melakukan kerusuhan tanpa di komando orang-orang kuat dibaliknya. mengingat kasus terdahulu, bahwa Polisi yang menghadang kinerja KPK di kantornya, bukan anggota masyarakat. Dan ada juga kemungkinan,  dengan penyiagaan Polisi di gedung KPK dengan berpakaian preman/intel untuk mempersiapkan diri melakukan "Penyerbuan" apabila di perlukan. Tidak menggunakan seragam, juga untuk pengalih perhatian, serta alasan yang sudah di siapkan.

Pak Celetuk rasa, KPK pun pasti cukup paham dengan adanya polisi yang menjaga KPK itu, dan KPK harus menyiapkan antisipasi yang pasti.

Semangat Pak Jokowi...!! Hidup Indonesia..!!